Rabu, 24 Desember 2008

askep Hipertropi Prostat

Pengertian Hipertropi Prostat

Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998).

Etiologi

Banyak teori yang menjelaskan terjadinya pembesaran kelenjar prostat, namun sampai sekarang belum ada kesepakatan mengenai hal tersebut. Ada beberapa teori mengemukakan mengapa kelenjar periurethral dapat mengalami hiperplasia, yaitu :

Teori Sel Stem (Isaacs 1984)
Berdasarkan teori ini jaringan prostat pada orang dewasa berada pada keseimbangan antara pertumbuhan sel dan sel mati, keadaan ini disebut steady state. Pada jaringan prostat terdapat sel stem yang dapat berproliferasi lebih cepat, sehingga terjadi hiperplasia kelenjar periurethral.

Teori MC Neal (197 8)
Menurut MC. Neal, pembesaran prostat jinak dimulai dari zona transisi yang letaknya sebelah proksimal dari spincter eksterna pada kedua sisi veromontatum di zona periurethral.

Teori Di Hidro Testosteron (DHT)
Testosteron adalah hormon pria yang dihasilkan oleh sel leyding. Testosteron sebagian besar dihasilkan oleh kedua testis, sehingga timbulnya pembesaran prostat memerlukan adanya testis yang normal. Jumlah testosteron yang dihasilkan oleh testis kira-kira 90 % dari seluruh produksi testosteron, sedang yang 10 % dihasilkan oleh kelenjar adrenal.
Sebagian besar testosteron dalam tubuh berada dalam keadaan terikat dengan protein dalam bentuk Serum Binding Hormon (SBH). Sekitar 2 % testosteron berada dalam keadaan bebas. Hormon yang bebas inilah yang memegang peranan dalam proses terjadinya pembesaran kelenjar prostat. Testosteron bebas dapat masuk ke dalam sel prostat dengan menembus membran sel ke dalam sitoplasma sel prostat sehingga membentuk DHT – reseptor komplek yang akan mempengaruhi Asam Ribo Nukleat (RNA) yang dapat menyebabkan terjadinya sintetis protein sehingga dapat terjadi proliferasi sel (MC Connel 1990). Perubahan keseimbangan testosteron dan estrogen dapat terjadi dengan bertambahnya usia  50 tahun ke atas.

Anatomi Dan Fisiologi

Spincter externa mengelilingi urethra di bawah vesica urinaria pada wanita, tetapi pada laki-laki terdapat kelenjar prostat yang berada dibelakang spincter penutup urethra. Prostat mengekskresikan cairannya ke dalam urethra pada saat ejakulasi, cairan prostat ini memberi makanan kepada sperma. Cairan ini memasuki urethra pars prostatika dari vas deferens.
Prostat dilewati oleh :

a. Ductus ejakulatorius, terdiri dari 2 buah berasal dari vesica seminalis bermuara ke urethra.
b. Urethra itu sendiri, yang panjangnya 17 – 23 cm.
Secara otomatis besarnya prostat adalah sebagai berikut :
a. Transversal : 1,5 inchi
b. Vertical : 1,25 inchi
c. Anterior Posterior : 0,75 inchi
Prostat terdiri dari 5 lobus yaitu :
a. Dua lobus lateralis
b. Satu lobus posterior
c. Satu lobus anterior
d. Satu lobus medial
Kelenjar prostat kira-kira sebesar buah kenari besar, letaknya di bawah kandung kemih.
Normal beratnya prostat pada orang dewasa diperkirakan 20 gram.

Patofisiologi

Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Adanya obstruksi jalan kemih berarti penderita harus menunggu pada permulaan miksi, miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi melemah, dan rasa belum puas selesai miksi. Gejala iritasi disebabkan oleh hipersentivitas otot detrusor, berarti bertambahnya frekuensi miksi, nokturia, miksi sulit ditahan dan disuria. Gejala obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh. Keadaan ini membuat sistem scoring untuk menentukan beratnya keluhan klinik penderita hipertropi prostat.
Apabila vesica menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urine sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urine di dalam kandung kemih dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi.
Jika keadaan ini berlanjut, pada suatu saat akan terjadi kemacetan total, sehingga penderita tidak mampu lagi miksi karena produksi urine terus terjadi maka pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menahan urine, sehingga tekanan vesika terus meningakat. Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi dari pada tekanan spincter dan obstruksi, akan terjadi Inkotinensia Paradoks Retensi kronik menyebabkan refluks vesicoureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila ada infeksi.
Pada waktu miksi penderita harus selalu mengedan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau haemorhoid. Karena selalu terdapat sisa urine dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menyebabkan cystitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pyelonefritis.
Ada 3 cara untuk mengukur besarnya hipertropi prostat, yaitu (a) rectal grading (b) clinical grading dan (c) intra urethra grading.

Rectal grading
Recthal grading atau rectal toucher dilakukan dalam keadaan buli-buli kosong. Sebab bila buli-buli penuh dapat terjadi kesalahan dalam penilaian. Dengan rectal toucher diperkirakan dengan beberapa cm prostat menonjol ke dalam lumen dan rectum. Menonjolnya prostat dapat ditentukan dalam grade. Pembagian grade sebagai berikut :
0 - 1 cm……….: Grade 0
1 – 2 cm……….: Grade 1
2 - 3 cm……….: Grade 2
3 – 4 cm……….: Grade 3
Lebih 4 cm…….: Grade 4
Biasanya pada grade 3 dan 4 batas dari prostat tidak dapat diraba karena benjolan masuk ke dalam cavum rectum. Dengan menentukan rectal grading maka didapatkan kesan besar dan beratnya prostat dan juga penting untuk menentukan macam tindakan operasi yang akan dilakukan. Bila kecil (grade 1), maka terapi yang baik adalah T.U.R (Trans Urethral Resection) Bila prostat besar sekali (grade 3-4) dapat dilakukan prostatektomy terbuka secara trans vesical.

Clinical grading
Pada pengukuran ini yang menjadi patokan adalah banyaknya sisa urine. Pengukuran ini dilakukan dengan cara, pagi hari pasien bangun tidur disuruh kemih sampai selesai, kemudian dimasukkan catheter ke dalam kandung kemih untuk mengukur sisa urine.
Sisa urine 0 cc……………….…… Normal
Sisa urine 0 – 50 cc…………….… Grade 1
Sisa urine 50 – 150 cc……………. Grade 2
Sisa urine >150 cc………………… Grade 3
Sama sekali tidak bisa kemih…… Grade 4
Intra urethra grading
Untuk melihat seberapa jauh penonjolan lobus lateral ke dalam lumen urethra. Pengukuran ini harus dapat dilihat dengan penendoskopy dan sudah menjadi bidang dari urology yang spesifik.
Efek yang dapat terjadi akibat hypertropi prostat:

Terhadap urethra
Bila lobus medius membesar, biasanya arah ke atas mengakibatkan urethra pars prostatika bertambah panjang, dan oleh karena fiksasi ductus ejaculatorius maka perpanjangan akan berputar dan mengakibatkan sumbatan.
Terhadap vesica urinaria
Pada vesica urinaria akan didapatkan hypertropi otot sebagai akibat dari proses kompensasi, dimana muscle fibro menebal ini didapatkan bagian yang mengalami depresi (lekukan) yang disebut potensial divertikula.
Pada proses yang lebih lama akan terjadi dekompensasi dari pada otot-otot yang hypertropi dan akibatnya terjadi atonia (tidak ada kekuatan) dari pada otot-otot tersebut.
Kalau pembesaran terjadi pada medial lobus, ini akan membentuk suatu post prostatika pouch, ini adalah kantong yang terdapat pada kandung kemih dibelakang medial lobe.
Post prostatika adalah sebagai sumber dari terbentuknya residual urine (urine yang tersisa) dan pada post prostatika pouch ini juga selalu didapati adanya batu-batu di kandung kemih.
Terhadap ureter dan ginjal
Kalau keadaan urethra vesica valve baik, maka tekanan ke ekstra vesikel tidak diteruskan ke atas, tetapi bila valve ini rusak maka tekanan diteruskan ke atas, akibatnya otot-otot calyces, pelvis, ureter sendiri mengalami hipertropy dan akan mengakibatkan hidronefrosis dan akibat lanjut uremia.
Terhadap sex organ
Mula-mula libido meningkat, teatapi akhirnya libido menurun.

Gejala Klinik

Terbagi 4 grade yaitu :
Pada grade 1 (congestic)

1.)Mula-mula pasien berbulan atau beberapa tahun susah kemih dan mulai mengedan.
2.)Kalau miksi merasa puas.
3.)Urine keluar menetes dan pancaran lemah.
4.)Nocturia
5.)Urine keluar malam hari lebih dari normal.
6.)Ereksi lebih lama dari normal dan libido lebih dari normal.
7.)Pada cytoscopy kelihatan hyperemia dari orificium urethra interna. Lambat laun terjadi varices akhirnya bisa terjadi perdarahan (blooding)

Pada grade 2 (residual)
8.)Bila miksi terasa panas.
9.)Dysuri nocturi bertambah berat.
10.)Tidak bisa buang air kecil (kemih tidak puas).
11.)Bisa terjadi infeksi karena sisa air kemih.
12.)Terjadi panas tinggi dan bisa menggigil.
13.)Nyeri pada daerah pinggang (menjalar ke ginjal).

Pada grade 3 (retensi urine)
14.)Ischuria paradosal.
15.)Incontinensia paradosal.

Pada grade 4
16.)Kandung kemih penuh.
17.)Penderita merasa kesakitan.
18.)Air kemih menetes secara periodik yang disebut over flow incontinensia.
19.)Pada pemeriksaan fisik yaitu palpasi abdomen bawah untuk meraba ada tumor, karena bendungan yang hebat.
20.)Dengan adanya infeksi penderita bisa menggigil dan panas tinggi sekitar 40 – 410 C.
21.)Selanjutnya penderita bisa koma.

Diagnostik test

Diagnosa klinik pembesaran prostat dapat ditegakkan dengan pemeriksaan sebagai berikut :

a. Anamnese yang baik
b. Pemeriksaan fisik
Dapat dilakukan dengan pemeriksaan rectal toucher, dimana pada pembesaran prostat jinak akan teraba adanya massa pada dining depan rectum yang konsistensinya kenyal, yang kalau belum terlalu besar masih dapat dicapai batas atasnya dengan ujung jari, sedang apabila batas atasnya sudah tidak teraba biasanya jaringan prostat sudah lebih dari 60 gr.
c. Pemeriksaan sisa kemih
d. Pemeriksaan ultra sonografi (USG)
Dapat dilakukan dari supra pubic atau transrectal (Trans Rectal Ultra Sonografi :TRUS). Untuk keperluan klinik supra pubic cukup untuk memperkirakan besar dan anatomi prostat, sedangkan TRUS biasanya diperlukan untuk mendeteksi keganasan.
e. Pemeriksaan endoskopy
Bila pada pemeriksaan rectal toucher, tidak terlalu menonjol tetapi gejala prostatismus sangat jelas atau untuk mengetahui besarnya prostat yang menonjol ke dalam lumen.
f. Pemeriksaan radiologi
Dengan pemeriksaan radiology seperti foto polos perut dan pyelografi intra vena yang sering disebut IVP (Intra Venous Pyelografi) dan BNO (Buich Nier Oversich). Pada pemeriksaan lain pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek irisan kontras pada dasar kandung kemih dan ujung distal ureter membelok ke atas berbentuk seperti mata kail/pancing (fisa hook appearance).
g. Pemeriksaan CT- Scan dan MRI
Computed Tomography Scanning (CT-Scan) dapat memberikan gambaran adanya pembesaran prostat, sedangkan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat memberikan gambaran prostat pada bidang transversal maupun sagital pada berbagai bidang irisan, namun pameriksaan ini jarang dilakukan karena mahal biayanya.
h. Pemeriksaan sistografi
Dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada pemeriksaan urine ditemukan mikrohematuria. pemeriksaan ini dapat memberi gambaran kemungkinan tumor di dalam kandung kemih atau sumber perdarahan dari atas apabila darah datang dari muara ureter atau batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu sistoscopi dapat juga memberi keterangan mengenai besar prostat dengan mengukur panjang urethra pars prostatica dan melihat penonjolan prostat ke dalam urethra.
i. Pemeriksaan lain
Secara spesifik untuk pemeriksaan pembesaran prostat jinak belum ada, yang ada ialah pemeriksaan penanda adanya tumor untuk karsinoma prostat yaitu pemeriksaan Prostatic Spesifik Antigen (PSA), angka penggal PSA ialah 4 nanogram/ml.

Diagnosa banding

Oleh karena adanya proses miksi tergantung pada kekuatan kontraksi detrusor, elastisitas leher kandung kemih dengan tonus ototnya dan resistensi urethra yang merupakan faktor dalam kesulitan miksi. Kelemahan detrusor disebabkan oleh kelainan saraf (kandung kemih neurologik) misalnya : Lesi medulla spinalis, penggunaan obat penenang. Kekakuan leher vesica disebabkan oleh proses fibrosis, sedangkan resistensi urethra disebabkan oleh pembesaran prostat jinak atau ganas, tumor di leher kandung kemih, batu di urethra atau striktur urethra.

Pengobatan

Setiap kesulitan miksi yang diakibatkan dari salah satu faktor seperti berkurangnya kekuatan kontraksi detrusor atau menurunya elastisitas leher vesica, maka tindakan pengobatan ditujukan untuk mengurangi volume prostat, mengurangi tonus leher vesica atau membuka urethra pars prostatica dan menambah kekuatan kontraksi detrusor agar proses miksi menjadi mudah.

Pengobatan untuk hipertropy prostat ada 2 macam :
a.Konsevatif
b.Operatif

Dalam pengobatan ini dilakukan berdasarkan pembagian besarnya prostat, yaitu derajat 1 – 4.
a.Derajat I
Dilakukan pengobatan koservatif, misalnya dengan fazosin, prazoin dan terazoin (untuk relaksasi otot polos).
b.Derajat II
Indikasi untuk pembedahan. Biasanya dianjurkan resekesi endoskopik melalui urethra.
c.Derajat III
Diperkirakan prostat cukup besar dan untuk tindakan yang dilakukan yaitu pembedahan terbuka melalui transvesical, retropubic atau perianal.
d.Derajat IV
Membebaskan penderita dari retensi urine total dengan memasang catheter, untuk pemeriksaan lebih lanjut dalam pelaksanaan rencana pembedahan.

Konservatif.

Pengobatan konservatif ini bertujuan untuk memperlambat pertumbuhan pembesaran prostat. Tindakan dilakukan bila terapi operasi tidak dapat dilakukan, misalnya : menolak operasi atau adanya kontra indikasi untuk operasi.

Tindakan terapi konservatif yaitu :
a.Mengusahakan agar prostat tidak mendadak membesar karena adanya infeksi sekunder dengan pemberian antibiotika.
b.Bila retensi urine dilakukan catheterisasi.

Operatif
Pembedahan merupakan pengobatan utama pada hipertropi prostat benigna (BPH), pada waktu pembedahan kelenjar prostat diangkat utuh dan jaringan soft tissue yang mengalami pembesaran diangkat melalui 4 cara yaitu (a) transurethral (b) suprapubic (c) retropubic dan (d) perineal.

Transurethral.
Dilaksanakan bila pembesaran terjadi pada lobus medial yang langsung mengelilingi urethra. Jaringan yang direseksi hanya sedikit sehingga tidak terjadi perdarahan dan waktu pembedahan tidak terlalu lama. Rectoscope disambungkan dengan arus listrik lalu di masukkan ke dalam urethra.Kandung kemih di bilas terus menerus selama prosedur berjalan.Pasien mendapat alat untuk masa terhadap shock listrik dengan lempeng logam yang di beri pelumas di tempatkan pada bawah paha.Kepingan jaringan yang halus di buang dengan irisan dan tempat-tempat perdarahan di tutup dengan cauter.
Setelah TURP di pasang catheter Foley tiga saluran yang di lengkapi balon 30 ml.Setelah balon catheter di kembangkan, catheter di tarik ke bawah sehingga balon berada pada fosa prostat yang bekerja sebagai hemostat.Ukuran catheter yang besar di pasang untuk memperlancar pengeluaran gumpalan darah dari kandung kemih.
Kandung kemih diirigasi terus dengan alat tetesan tiga jalur dengan garam fisiologisatau larutan lain yang di pakai oleh ahli bedah.Tujuan dari irigasi konstan ialah untuk membebaskan kandung kemih dari ekuan darah yang menyumbat aliran kemih.Irigasi kandung kemih yang konstan di hentikan setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan dari kandung kemih.Kemudian catheter bisa dibilas biasa tiap 4 jam sekali sampai catheter di angkat biasanya 3 sampai 5 hari setelah operasi.Setelah catheter di angkat pasien harus mengukur jumlah urine dan waktu tiap kali berkemih.

Suprapubic Prostatectomy.
Metode operasi terbuka, reseksi supra pubic kelenjar prostat diangkat dari urethra lewat kandung kemih.

Retropubic Prostatectomy
Pada prostatectomy retropubic dibuat insisi pada abdominal bawah tapi kandung kemih tidak dibuka.

Perianal prostatectomy.
Dilakukan pada dugaan kanker prostat, insisi dibuat diantara scrotum dan rectum.

Komplikasi

a.Perdarahan
b.Inkotinensia
c.Batu kandung kemih
d.Retensi urine
e.Impotensi
f.Epididimitis
g.Haemorhoid, hernia, prolaps rectum akibat mengedan
h.Infeksi saluran kemih disebabkan karena catheterisasi
i.Hydronefrosis

Hal-hal yang harus dilakukan pada pasien setelah pulang dari rumah sakit adalah ;
latihan berat, mengangkat berat dan sexual intercourse dihindari selama 3 minggu setelah dirumah.
Tidak boleh membawa kendaraan.
Mengedan pada saat defekasi harus dihindari, faeces harus lembek kalau perlu pemberian obat untuk melembekkan faeces.
Menganjurkan banyak minum untuk mencegah statis dan infeksi dan membuat faeces lembek.

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan pasien dengan hipertropi prostat melalui pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan.

Pengkajian Keperawatan
Pengumpulan data
Data dasar yang berhubungan dengan post operasi hipertropi prostat. Mengelompokkan data merupakan langkah yang dilakukan setelah mengadakan pengumpulan data yang diperoleh sebagai berikut :
Nyeri pada daerah tindakan operasi.
Pusing.
Perubahan frekuensi berkemih.
Urgensi.
Dysuria
Flatus negatif.
Luka tindakan operasi pada daerah prostat.
Retensi, kandung kemih penuh.
Inkontinensia
Bibir kering.
Puasa.
Bising usus negatif.
Ekspresi wajah meringis.
Pemasangan catheter tetap.
Gelisah.
Informasi kurang.
Urine berwarna kemerahan.

Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan disusun menurut prioritas masalah pada pasien post operasi hipertropi prostat, adalah sebagai berikut :
Perubahan eliminasi urine berhubungan obstruksi mekanikal : bekuan darah, oedema, trauma, prosedur bedah, tekanan dan iritasi catheter/balon.
Resiko terjadi kekurangan volume cairan berhubungan dengan area bedah vaskuler : kesulitan mengontrol perdarahan.
Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive : alat selama pembedahan, catheter, irigasi kandung kemih sering, trauma jaringan, insisi bedah.
Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih : refleks spasme otot sehubungan dengan prosedur bedah dan / tekanan dari balon kandung kemih.
Resiko terjadi disfungsi seksual berhubungan dengan situasi krisis (inkontinensia, kebocoran urine setelah pengangkatan catheter, keterlibatan area genital).
Anxietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.

Perencanaan Keperawatan

Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanikal : bekuan darah, oedema, trauma, prosedur bedah, tekanan dan irigasi catheter/balon, ditandai dengan :
Nyeri pada daerah tindakan operasi.
Perubahan frekuensi berkemih.
Urgensi.
Dysuria.
Pemasangan catheter tetap.
Adanya luka tindakan operasi pada daerah prostat.
Urine berwarna kemerahan.
Tujuan : Klien mengatakan tidak ada keluhan, dengan kriteria :
Catheter tetap paten pada tempatntya.
Tidak ada sumbatan aliran darah melalui catheter.
Berkemih tanpa aliran berlebihan.
Tidak terjadi retensi pada saat irigasi.
Intervensi :
Kaji haluaran urine dan sistem catheter/drainase, khususnya selama irigasi kandung kemih.
Rasional :
Retensi dapat terjadi karena edema area bedah, bekuan darah dan spasme kandung kemih.
Perhatikan waktu, jumlah berkemih dan ukuran aliran setelah catheter dilepas.
Rasional :
Catheter biasanya dilepas 2 – 5 hari setelah bedah, tetapi berkemih dapat berlanjut menjadi masalah untuk beberapa waktu karena edema urethral dan kehilangan tonus.
Dorong klien untuk berkemih bila terasa dorongan tetapi tidak lebih dari 2 – 4 jam.
Rasional :
Berkemih dengan dorongan dapat mencegah retensi, urine. Keterbatasan berkemih untuk tiap 4 jam (bila ditoleransi) meningkatkan tonus kandung kemih dan membantu latihan ulang kandung kemih.
Ukur volume residu bila ada catheter supra pubic.
Rasional :
Mengawasi keefektifan kandung kemih untuk kosong. Residu lebih dari 50 ml menunjukkan perlunya kontinuitas catheter sampai tonus otot kandung kemih membaik.
Dorong pemasukan cairan 3000 ml sesuai toleransi.
Rasional :
Mempertahankan hidrasi adekuat dan perfusi ginjal untuk aliran urine.
Kolaborasi medis untuk irigasi kandung kemih sesuai indikasi pada periode pasca operasi dini.
Rasional :
Mencuci kandung kemih dari bekuan darah dan untuk mempertahankan patensi catheter/aliran urine.

Resiko terjadi kekurangan volume cairan berhubungan dengan area bedah vaskuler : kesulitan mengontrol perdarahan, ditandai dengan :
Pusing.
Flatus negatif.
Bibir kering.
Puasa.
Bising usus negatif.
Urine berwarna kemerahan.
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan volume cairan, dengan kriteria :
Tanda-tanda vital normal.
Nadi perifer teraba.
Pengisian kapiler baik.
Membran mukosa baik.
Haluaran urine tepat.
Intervensi :
Benamkan catheter, hindari manipulasi berlenihan.

Rasional :
Penarikan/gerakan catheter dapat menyebabkan perdarahan atau pembentukan bekuan darah.
Awasi pemasukan dan pengeluaran cairan.
Rasional :
Indicator keseimbangan cairan dan kebutuhan penggantian. Pada irigasi kandung kemih, awasi perkiraan kehilangan darah dan secara akurat mengkaji haluaran urine.
Evaluasi warna, komsistensi urine.
Rasional :
Untuk mengindikasikan adanya perdarahan.
Awasi tanda-tanda vital
Rasional :
Dehidrasi/hipovolemia memerlukan intervensi cepat untuk mencegah berlanjut ke syok. Hipertensi, bradikardi, mual/muntah menunjukkan sindrom TURP, memerlukan intervensi medik segera.
Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi (Hb/Ht, jumlah sel darah merah)
Rasional :
Berguna dalam evaluasi kehilangan darah/kebutuhan penggantian.

Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan, catheter, irigasi kandung kemih sering, trauma jaringan, insisi bedah, ditandai dengan :
Nyeri daerah tindakan operasi.
Dysuria.
Luka tindakan operasi pada daerah prostat.
Pemasangan catheter tetap.
Tujuan : Menunjukkan tidak tampak tanda-tanda infeksi, dengan kriteria :
Tidak tampak tanda-tanda infeksi.
Inkontinensia tidak terjadi.
Luka tindakan bedah cepat kering.
Intervensi :
Berikan perawatan catheter tetap secara steril.
Rasional :
Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi/cross infeksi.
Ambulasi kantung drainase dependen.
Rasional :
Menghindari refleks balik urine, yang dapat memasukkan bakteri ke kandung kemih.
Awasi tanda-tanda vital.
Rasional :
Klien yang mengalami TUR beresiko untuk syok bedah/septic sehubungan dengan instrumentasi.
Ganti balutan dengan sering, pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang waktu.
Rasional :
Balutan basah dapat menyebabkan iritasi, dan memberikan media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi.
Kolaborasi medis untuk pemberian golongan obat antibiotika.
Rasional :
Dapat membunuh kuman patogen penyebab infeksi.

Gangguan rasa nyaman ; nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih : refleks spasme otot berhubungan dengan prosedur bedah dan/tekanan dari balon kandung kemih, ditandai dengan :
Nyeri pada daerah tindakan operasi.
Luka tindakan operasi.
Ekspresi wajah meringis.
Retensi urine, sehingga kandung kemih penuh.
Intervensi :
Kaji tingkat nyeri.
Rasional :
Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan klien dan memudahkan kita dalam memberikan tindakan.
Pertahankan posisi catheter dan sistem drainase.
Rasional :
Mempertahankan fungsi catheter dan sistem drainase, menurunkan resiko distensi/spasme kandung kemih.
Ajarkan tekhnik relaksasi.
Rasional :
Merileksasikan otot-otot sehingga suplay darah ke jaringan terpenuhi/adekuat, sehingga nyeri berkurang.
Berikan rendam duduk bila diindikasikan.
Rasional :
Meningkatkan perfusi jaringan dan perbaikan edema dan meningkatkan penyembuhan.
Kolaborasi medis untuk pemberian anti spasmodic dan analgetika.
Rasional :
Golongan obat anti spasmodic dapat merilekskan otot polos, untuk memberikan/menurunkan spasme dan nyeri.
Golongan obat analgetik dapat menghambat reseptor nyeri sehingga tidak diteruskan ke otak dan nyeri tidak dirasakan.

Resiko terjadi disfungsi seksual berhubungan dengan situasi krisis (inkontinensia, kebocoran urine setelah pengangkatan catheter, keterlibatan area genital) ditandai dengan :
Tindakan pembedahan kelenjar prostat.
Tujuan : Fungsi seksual dapat dipertahankan, kriteria :
Pasien dapat mendiskusikan perasaannya tentang seksualitas dengan orang terdekat.
Intervensi :
Berikan informasi tentang harapan kembalinya fungsi seksual.
Rasional :
Impotensi fisiologis : terjadi bila saraf perineal dipotong selama prosedur bedah radikal ; pada pendekatan lain, aktifitas seksual dapat dilakukan seperti biasa dalam 6 – 8 minggu.
Diskusikan dasar anatomi.
Rasional :
Saraf pleksus mengontrol aliran secara posterior ke prostat melalui kapsul. Pada prosedur yang tidak melibatkan kapsul prostat, impoten dan sterilitas biasanya tidak terjadi.
Instruksikan latihan perineal.
Rasional :
Meningkatkan peningkatan kontrol otot kontinensia urine dan fungsi seksual.
Kolaborasi ke penasehat seksualitas/seksologi sesuai indikasi.
Rasional :
Untuk memerlukan intervensi professional selanjutnya.

Anxietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi, ditandai dengan :
Gelisah.
Informasi kurang
Tujuan : Klien mengungkapkan anxietas teratasi, dengan kriteria :
Klien tidak gelisah.
Tampak rileks
Intervensi :
Kaji tingkat anxietas.
Rasional :
Mengetahui tingkat anxietas yang dialami klien, sehingga memudahkan dalam memberikan tindakan selanjutnya.
Observasi tanda-tanda vital.
Rasional :
Indikator dalam mengetahui peningkatan anxietas yang dialami klien.
Berikan informasi yang jelas tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.
Rasional :
Mengerti/memahami proses penyakit dan tindakan yang diberikan.
Berikan support melalui pendekatan spiritual.
Rasional :
Agar klien mempunyai semangat dan tidak putus asa dalam menjalankan pengobatan untuk penyembuhan

Pelaksanaan Asuhan Keperawatan.
Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan, yang pelaksanaannya berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada langkah sebelumnya (perencanaan tindakan keperawatan).

Evaluasi Keperawatan.
Asuhan keperawatan dalam bentuk perubahan prilaku pasien merupakan focus dari evaluasi tujuan, maka hasil evaluasi keperawatan dengan post operasi hipertropi prostat adalah sebagai berikut :
Pola eliminasi urine dapat normal.
Kriteria hasil :
Menunjukkan prilaku untuk mengendalikan refleks kandung kemih.
Pengosongan kandung kemih tanpa adanya penekanan/distensi kandung kemih/retensi urine.
Terpenuhinya kebutuhan cairan.
Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital normal
Nadi perifer baik/teraba.
Pengisian kapiler baik.
Membran mukosa lembab.
Haluaran urine tepat.
Mencegah terjadinya infeksi.
Kriteria hasil :
Tercapainya penyembuhan dan tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
Melaporkan nyeri hilang/terkontrol.
Kriteria hasil :
Menunjukkan keterampilan penggunaan relaksasi dan aktifitas terapeutik sesuai indikasi dan situasi individu.
Tampak rileks.
Fungsi seksual dapat dipertahankan.
Kriteria hasil :
Menyatakan pemahaman situasi individual
Menunjukkan keterampilan pemecahan masalah.
Klien mengerti/memahami tentang penyakitnya.
Kriteria hasil :
Berpartisipasi dalam program pengobatan.
Melakukan perubahan prilaku yang perlu.
Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alasan tindakan.

Sumber:

1.Basuki B Purnomo, 2000, Dasar-Dasar Urologi, Perpustakaan Nasional RI, Katalog Dalam Terbitan (KTD), Jakarta.
2.Doenges, Marilynn E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan – Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Alih Bahasa : I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Editor : Monica Ester, Yasmin Asih, Edisi : Ketiga, EGC ; Jakarta,.
3.Guyton, Arthur C, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Editor, Irawati. S, Edisi : 9, EGC ; Jakarta.
4.Kumpulan Kuliah, 2001, Modul Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan, Makassar.

5.Long, Barbara C, 1996, Keperawatan Medikal Bedah; Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, Edisi I, Volume 3, Yayasan IAPK Padjajaran, Bandung.
6.Schwartz, dkk, 2000, Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Editor : G. Tom Shires dkk, EGC ; Jakarta.
7.Jong, Wim de, dan Syamsuhidayat R, 1998, Buku Ajar Ilmu Bedah, Editor : R. Syamsuhidajat, Wim De Jong, Edisi revisi : EGC ; Jakarta.

Kebutuhan Cairan dan Elektrolit


1.Konsep Dasar1.1 PengertianCairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan salah satu bagian dari fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air ( pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya; jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya. Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu : cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler. Cairan intraseluler adalah cairan yang berda di dalam sel di seluruh tubuh, sedangkan cairan akstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan terdiri dari tiga kelompok yaitu : cairan intravaskuler (plasma), cairan interstitial dan cairan transeluler. Cairan intravaskuler (plasma) adalah cairan di dalam sistem vaskuler, cairan intersitial adalah cairan yang terletak diantara sel, sedangkan cairan traseluler adalah cairan sekresi khusus seperti cairan serebrospinal, cairan intraokuler, dan sekresi saluran cerna.1.2 Proportion Of Body FluidProsentase dari total cairan tubuh bervariasi sesuai dengan individu dan tergantung beberapa hal antara lain :a.Umurb.Kondisi lemak tubuhc.SexPerhatikan Uraian berikut ini :1. Bayi (baru lahir) 75 %2. Dewasa :a.Pria (20-40 tahun) 60 %b.Wanita (20-40 tahun) 50 %3. Usia Lanjut 45-50 %Pada orang dewasa kira-kira 40 % berat badannya atau 2/3 dari TBW-nya berada di dalam sel (cairan intraseluler/ICF), sisanya atau 1/3 dari TBW atau 20 % dari berat badannya berada di luar sel (ekstraseluler) yaig terbagi dalam 15 % cairan interstitial, 5 % cairan intavaskuler dan 1-2 % transeluler.1.3 Elektrolit Utama Tubuh Manusia Zat terlarut yang ada dalam cairan tubuh terdiri dari elektrolit dan nonelektrolit. Non elektrolit adalah zat terlarut yang tidak terurai dalam larutan dan tidak bermuatan listrik, seperti : protein, urea, glukosa, oksigen, karbon dioksida dan asam-asam organik. Sedangkan elektrolit tubuh mencakup natrium (Na+), kalium (K+), Kalsium (Ca++), magnesium (Mg++), Klorida (Cl-), bikarbonat (HCO3-), fosfat (HPO42-), sulfat (SO42-).Konsenterasi elektrolit dalam cairan tubuh bervariasi pada satu bagian dengan bagian yang lainnya, tetapi meskipun konsenterasi ion pada tiap-tiap bagian berbeda, hukum netralitas listrik menyatakan bahwa jumlah muatan-muatan negatif harus sama dengan jumlah muatan-muatan positif.Komposisi dari elektrolit-elektrolit tubuh baik pada intarseluler maupun pada plasma terinci dalam tabel di bawah ini :No. Elektrolit Ekstraseluler IntraselulerPlasma Interstitial 1. Kation :• Natrium (Na+) 144,0 mEq 137,0 mEq 10 mEq• Kalium (K+) 5,0 mEq 4,7 mEq 141 mEq• Kalsium (Ca++) 2,5 mEq 2,4 mEq 0• Magnesium (Mg ++) 1,5 mEq 1,4 mEq 31 mEq2. Anion :• Klorida (Cl-) 107,0 mEq 112,7 mEq 4 mEq• Bikarbonat (HCO3-) 27,0 mEq 28,3 mEq 10 mEq• Fosfat (HPO42-) 2,0 mEq 2,0 mEq 11 mEq• Sulfat (SO42-) 0,5 mEq 0,5 mEq 1 mEq• Protein 1,2 mEq 0,2 mEq 4 mEqa. Kation :• Sodium (Na+) :- Kation berlebih di ruang ekstraseluler- Sodium penyeimbang cairan di ruang eesktraseluler- Sodium adalah komunikasi antara nerves dan musculus - Membantu proses keseimbangan asam-basa dengan menukar ion hidrigen pada ion sodium di tubulus ginjal : ion hidrogen di ekresikan- Sumber : snack, kue, rempah-rempah, daging panggang.• Potassium (K+) :- Kation berlebih di ruang intraseluler- Menjaga keseimbangan kalium di ruang intrasel- Mengatur kontrasi (polarissasi dan repolarisasi) dari muscle dan nerves.- Sumber : Pisang, alpokad, jeruk, tomat, dan kismis.• Calcium (Ca++) :- Membentuk garam bersama dengan fosfat, carbonat, flouride di dalam tulang dan gigi untuk membuatnya keras dan kuat- Meningkatkan fungsi syaraf dan muscle- Meningkatkan efektifitas proses pembekuan darah dengan proses pengaktifan protrombin dan trombin- Sumber : susu dengan kalsium tinggi, ikan dengan tulang, sayuran, dll.b.Anion :• Chloride (Cl -) :- Kadar berlebih di ruang ekstrasel- Membantu proses keseimbangan natrium- Komponen utama dari sekresi kelenjar gaster- Sumber : garam dapur• Bicarbonat (HCO3 -) :Bagian dari bicarbonat buffer sistem- Bereaksi dengan asam kuat untuk membentuk asam karbonat dan suasana garam untuk menurunkan PH.• Fosfat ( H2PO4- dan HPO42-) :- Bagian dari fosfat buffer system- Berfungsi untuk menjadi energi pad metabolisme sel- Bersama dengan ion kalsium meningkatkan kekuatan dan kekerasan tulang- Masuk dalam struktur genetik yaitu : DNA dan RNA.1.4 Perpindahan Cairan dan Elektrolit TubuhPerpindahan cairan dan elektrolit tubuh terjadi dalam tiga fase yaitu :a.Fase I :Plasma darah pindah dari seluruh tubuh ke dalam sistem sirkulasi, dan nutrisi dan oksigen diambil dari paru-paru dan tractus gastrointestinal.b.Fase II :Cairan interstitial dengan komponennya pindah dari darah kapiler dan selc.Fase III :Cairan dan substansi yang ada di dalamnya berpindah dari cairan interstitial masuk ke dalam sel. Pembuluh darah kapiler dan membran sel yang merupakan membran semipermiabel mampu memfilter tidak semua substansi dan komponen dalam cairan tubuh ikut berpindah.Metode perpindahan dari cairan dan elektrolit tubuh dengan cara :• Diffusi• Filtrasi• Osmosis• Aktiv TransportDiffusi dan osmosis adalah mekanisme transportasi pasif. Hampir semua zat berpindah dengan mekanisme transportasi pasif. Diffusi sederhana adalah perpindahan partikel-partikel dalam segala arah melalui larutan atau gas.Beberapa faktor yang mempengaruhi mudah tidaknya difusi zat terlarut menembus membran kapiler dan sel yaitu :• Permebelitas membran kapiler dan sel• Konsenterasi• Potensial listrik• Perbedaan tekanan.Osmosis adalah proses difusi dari air yang disebabkan oleh perbedaan konsentrasi. Difusi air terjadi pada daerah dengan konsenterasi zat terlarut yang rendah ke daerah dengan konsenterasi zat terlarut yang tinggi. Perpindahan zat terlarut melalui sebuah membrane sel yang melawan perbedaan konsentrasi dan atau muatan listrik disebut transportasi aktif. Transportasi aktif berbeda dengan transportasi pasif karena memerlukan energi dalam bentuk adenosin trifosfat (ATP). Salah satu contonya adalah transportasi pompa kalium dan natrium.Natrium tidak berperan penting dalam perpindahan air di dalam bagian plasma dan bagian cairan interstisial karena konsentrasi natrium hampir sama pada kedua bagian itu. Distribusi air dalam kedua bagian itu diatur oleh tekanan hidrostatik yang dihasilkan oleh darah kapiler, terutama akibat oleh pemompaan oleh jantung dan tekanan osmotik koloid yang terutama disebabkan oleh albumin serum. Proses perpindahan cairan dari kapiler ke ruang interstisial disebut ultrafilterisasi. Contoh lain proses filterisasi adalah pada glomerolus ginjal.Meskipun keadaan di atas merupakan proses pertukaran dan pergantian yang terus menerus namun komposisi dan volume cairan relatif stabil, suatu keadaan yang disebut keseimbangan dinamis atau homeostatis.1.5 Regulating Body Fluid VolumesDi dalam tubuh seorang yang sehat volume cairan tubuh dan komponen kimia dari cairan tubuh selalu berada dalam kondisi dan batas yang nyaman. Dalam kondisi normal intake cairan sesuai dengan kehilangan cairan tubuh yang terjadi. Kondisi sakit dapat menyebabkan gangguan pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh. Dalam rangka mempertahankan fungsi tubuh maka tubuh akan kehilanagn caiaran antara lain melalui proses penguapan ekspirasi, penguapan kulit, ginjal (urine), ekresi pada proses metabolisme.a. Intake Cairan :Selama aktifitas dan temperatur yang sedang seorang dewasa minum kira-lira 1500 ml per hari, sedangkan kebutuhan cairan tubuh kira-kira 2500 ml per hari sehingga kekurangan sekitar 1000 ml per hari diperoleh dari makanan, dan oksidasi selama proses metabolisme.Berikut adalah kebutuhan intake cairan yang diperlukan berdasarkan umur dan berat badan, perhatikan tabel di bawah ini :Kebutuhan Cairan (mL/24 Jam).1. 3 hari 3,0 250-3002 1 tahun 9,5 1150-13003. 2 tahun 11,8 1350-15004. 6 tahun 20,0 1800-20005. 10 tahun 28,7 2000-2500 6. 14 tahun 45,0 2200-2700 7. 18 tahun(adult) 54,0 2200-2700 Pengatur utama intake cairan adalah melalui mekanisme haus.Pusat haus dikendalikan berada di otak Sedangakan rangsangan haus berasal dari kondisi dehidrasi intraseluler, sekresi angiotensin II sebagai respon dari penurunan tekanan darah, perdarahan yang mengakibatkan penurunan volume darah. Perasaan kering di mulut biasanya terjadi bersama dengan sensasi haus walupun kadang terjadi secara sendiri.Sensasi haus akan segera hilang setelah minum sebelum proses absorbsi oleh tractus gastrointestinal.b.Output Cairan :Kehilangan caiaran tubuh melalui empat rute (proses) yaitu :a.Urine :Proses pembentukan urine oleh ginjal dan ekresi melalui tractus urinarius merupakan proses output cairan tubuh yang utama. Dalam kondisi normal output urine sekitar 1400-1500 ml per 24 jam, atau sekitar 30-50 ml per jam. Pada orang dewasa. Pada orang yang sehat kemungkinan produksi urine bervariasi dalam setiap harinya, bila aktivitas kelenjar keringat meningkat maka produksi urine akan menurun sebagai upaya tetap mempertahankan keseimbangan dalam tubuh.b.IWL (Insesible Water Loss) :IWL terjadi melalui paru-paru dan kulit, Melalui kulit dengan mekanisme difusi. Pada orang dewasa normal kehilangan cairan tubuh melalui proses ini adalah berkisar 300-400 mL per hari, tapi bila proses respirasi atau suhu tubuh meningkat maka IWL dapat meningkat.c.Keringat : Berkeringat terjadi sebagai respon terhadap kondisi tubuh yang panas, respon ini berasal dari anterior hypotalamus, sedangkan impulsnya ditransfer melalui sumsum tulang belakang yang dirangsang oleh susunan syaraf simpatis pada kulit.d.Feces :Pengeluaran air melalui feces berkisar antara 100-200 mL per hari, yang diatur melalui mekanisme reabsorbsi di dalam mukosa usus besar (kolon).1.6 Faktor yang Berpengaruh pada Keseimbangan Cairan dan ElektrolitFaktor-faktor yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh antara lain :a.Umur :Kebutuhan intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia akan berpengaruh pada luas permukaan tubuh, metabolisme, dan berat badan. Infant dan anak-anak lebih mudah mengalami gangguan keseimbangan cairan dibanding usia dewasa. Pada usia lanjut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dikarenakan gangguan fungsi ginjal atau jantung.b.Iklim :Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembaban udaranya rendah memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit melalui keringat. Sedangkan seseorang yang beraktifitas di lingkungan yang panas dapat kehilangan cairan sampai dengan 5 L per hari.c.Diet :Diet seseorag berpengaruh terhadap intake cairan dan elktrolit. Ketika intake nutrisi tidak adekuat maka tubuh akan membakar protein dan lemak sehingga akan serum albumin dan cadangan protein akan menurun padahal keduanya sangat diperlukan dalam proses keseimbangan cairan sehingga hal ini akan menyebabkan edema.d.Stress :Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan pemecahan glykogen otot. Mrekanisme ini dapat meningkatkan natrium dan retensi air sehingga bila berkepanjangan dapat meningkatkan volume darah.e.Kondisi Sakit :Kondisi sakit sangat b3erpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh Misalnya : - Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui IWL.- Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses regulator keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh- Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami gangguan pemenuhan intake cairan karena kehilangan kemampuan untuk memenuhinya secara mandiri.f.Tindakan Medis :Banyak tindakan medis yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh seperti : suction, nasogastric tube dan lain-lain.g.Pengobatan :Pengobatan seperti pemberian deuretik, laksative dapat berpengaruh pada kondisi cairan dan elektrolit tubuh.h.Pembedahan :Pasien dengan tindakan pembedahan memiliki resiko tinggi mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, dikarenakan kehilangan darah selama pembedahan.1.7 Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit TubuhTiga kategori umum yang menjelaskan abnormalitas cairan tibuh adalah :• Volume• Osmolalitas• KomposisiKetidakseimbangan volume terutama mempengaruhi cairan ekstraseluler (ECF) dan menyangkut kehilangan atau bertambahnya natrium dan air dalam jumlah yang relatif sama, sehingga berakibat pada kekurangan atau kelebihan volume ekstraseluler (ECF).Ketidakseimbangan osmotik terutama mempengaruhi cairan intraseluler (ICF) dan menyangkut bertambahnya atau kehilangan natrium dan air dalam jumlah yang relatif tidak seimbang. Gangguan osmotik umumnya berkaitan dengan hiponatremia dan hipernatremia sehingga nilai natrium serum penting untuk mengenali keadaan ini.Kadar dari kebanyakan ion di dalam ruang ekstraseluler dapat berubah tanpa disertai perubahan yang jelas dari jumlah total dari partikel-partikel yang aktif secara osmotik sehingga mengakibatkan perubahan komposisional.a. Ketidakseimbangan Volume • kurangan Volume Cairan Ekstraseluler (ECF)Kekurangan volume ECF atau hipovolemia didefinisikan sebagai kehilangan cairan tubuh isotonik, yang disertai kehilangan natrium dan air dalam jumlah yang relatif sama. Kekurangan volume isotonik sering kali diistilahkan dehidrasi yang seharusnya dipakai untuk kondisi kehilangan air murni yang relatif mengakibatkan hipernatremia. - airan Isotonis adalah cairan yang konsentrasi/kepekatannya sama dengan cairan tubuh, contohnya : larutan NaCl 0,9 %, Larutan Ringer Lactate (RL).- Cairan hipertonis adalah cairan yang konsentrasi zat terlarut/kepekatannya melebihi cairan tubuh, contohnya Larutan dextrose 5 % dalam NaCl normal, Dextrose 5% dalam RL, Dextrose 5 % dalam NaCl 0,45%.- Cairan Hipotonis adalah cairan yang konsentrasi zat terlarut/kepekataannya kurang dari cairan tubuh, contohnya : larutan Glukosa 2,5 %., NaCl.0,45 %, NaCl 0,33 %.• Kelebihan Volume ECF :Kelebihan cairan ekstraseluler dapat terjadi bila natrium dan air kedua-duanya tertahan dengan proporsi yang kira- kira sama.Dengan terkumpulnya cairan isotonik yang berlebihan pada ECF (hipervolumia) maka cairan akan berpindah ke kompartement cairan interstitial sehingga mnyebabkan edema. Edema adalah penunpukan cairan interstisial yang berlebihan. Edema dapat terlokalisir atau generalisata. b.Ketidakseimbangan Osmolalitas dan perubahan komposisional Ketidakseimbangan osmolalitas melibatkan kadar zat terlarut dalam cairan-cairan tubuh. Karena natrium merupakan zat terlarut utama yang aktif secara osmotik dalam ECF maka kebanyakan kasus hipoosmolalitas (overhidrasi) adalah hiponatremia yaitu rendahnya kadar natrium di dalam plasma dan hipernatremia yaitu tingginya kadar natrium di dalam plasma. Pahami juga perubahan komposisional di bawah ini :• Hipokalemia adalah keadaan dimana kadar kalium serum kurang dari 3,5 mEq/L.• Hiperkalemia adalah keadaan dimana kadar kalium serum lebih dari atau sama dengan 5,5 mEq/L.• Hiperkalemia akut adalah keadaan gawat medik yang perlu segera dikenali, dan ditangani untuk menghindari disritmia dan gagal jantung yang fatal.2. Proses Keperawatan 2.1 Pengkajian Pengkajian keperawatan secara umum pada pasien dengan gangguan atau resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit meliputi :• Kaji riwayat kesehatan dan kepearawatan untuk identifikasi penyebab gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit• Kaji manifestasi klinik melalui :- Timbang berat badan klien setiap hari- Monitor vital sign- Kaji intake output• Lakukan pemeriksaan fisik meliputi :- Kaji turgor kulit, hydration, temperatur tubuh dan neuromuskuler irritability.- Auskultasi bunyi /suara nafas- Kaji prilaku, tingkat energi, dan tingkat kesadaran• Review nilai pemeriksaan laboratorium : Berat jenis urine, PH serum, Analisa Gas Darah, Elektrolit serum, Hematokrit, BUN, Kreatinin Urine.2.2 Diagnosis KeperawatanDiagnosis keperawatan yang umum terjadi pada klien dengan resiko atau gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit adalah :• Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ansietas, gangguan mekanisme pernafasan, abnormalitas nilai darah arteri• Penurunan kardiak output berhubungan dengan dysritmia kardio, ketidakseimbangan elektrolit• Gangguan keseimbangan volume cairan : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare, kehilangan cairan lambung, diaphoresis, polyuria.• Gangguan keseimbangan cairan tubuh : berlebih bwerhubungan dengan anuria, penurunan kardiak output, gangguan proses keseimbangan, Penumpukan cairan di ekstraseluler.• Kerusakan membran mukosa mulut berhubungan dengan kekurangan volume cairan• Gangguan integritas kulit berhubungan dengan dehidrasi dan atau edema• Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan edema2.3 Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan yang umum dilakukan pada pasien gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit adalah :a. Atur intake cairan dan elektrolit b. Berikan therapi intravena (IVFD) sesuai kondisi pasien dan intruksi dokter dengan memperhatikan : jenis cairan, jumlah/dosis pemberian, komplikasi dari tindakan c. Kolaborasi pemberian obat-obatan seperti :deuretik, kayexalate.d. Provide care seperti : perawatan kulit, safe environment.2.4 Evaluasi/Kreteria hasil :Kreteria hasil meliputi :• Intake dan output dalam batas keseimbangan• Elektrolit serum dalam batas normal• Vital sign dalam batas normal.# Rujukan :Barbara Kozier, Fundamental Of Nursing Concept, Process and Practice, Fifth Edition, Addison Wsley Nursing, California, 1995Dolores F. Saxton, Comprehensive Review Of Nursing For NCLEK-RN, Sixteenth Edition, Mosby, St. louis, Missouri, 1999.Sylvia Anderson Price, Alih : Peter Anugerah, Pathofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi kedua, EGC, Jakarta, 1995.

askep infeksi saluran kemih

Pengertian

Infeksi saluran kemih adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk mengatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy, Ardaya, Suwanto, 2001)
Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik laki-laki maupun perempuan dari semua umur baik pada anak-anak remaja, dewasa maupun pada umur lanjut. Akan tetapi, dari dua jenis kelamin ternyata wanita lebih sering dari pria dengan angka populasi umu, kurang lebih 5 – 15 %.
Infeksi saluran kemih pada bagian tertentu dari saluran perkemihan yang disebabkan oleh bakteri terutama scherichia coli ; resiko dan beratnya meningkat dengan kondisi seperti refluks vesikouretral, obstruksi saluran perkemihan, statis perkemiha, pemakaian instrumen uretral baru, septikemia. (Susan Martin Tucker, dkk, 199 8)
Infeksi traktus urinarius pada pria merupakan akibat dari menyebarnya infeksi yang berasal dari uretra seperti juga pada wanita. Namun demikian, panjang uretra dan jauhnya jarak antara uretra dari rektum pada pria dan adanya bakterisidal dalam cairan prostatik melindungi pria dari infeksi traktus urinarius. Akibatnya UTI paa pria jarang terjadi, namun ketika gangguan ini terjadi kali ini menunjukkan adanya abnormalitas fungsi dan struktur dari traktus urinarius.

Etiologi

Bakteri (Eschericia coli)
Jamur dan virus
Infeksi ginjal
Prostat hipertropi (urine sisa)

Anatomi Fisiologi

Sistem perkemihan atau sistem urinaria terdiri atas, dua ginjal yang fungsinya membuang limbah dan substansi berlebihan dari darah, dan membentuk kemih dan dua ureter, yang mengangkut kemih dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria) yang berfungsi sebagai reservoir bagi kemih dan urethra. Saluran yang menghantar kemih dari kandung kemih keluar tubuh sewaktu berkemih.
Setiap hari ginjal menyaring 1700 L darah, setiap ginjal mengandung lebih dari 1 juta nefron, yaitu suatu fungsional ginjal. Ini lebih dari cukup untuk tubuh, bahkan satu ginjal pun sudah mencukupi. Darah yang mengalir ke kedua ginjal normalnya 21 % dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit.
Masing-masing ginjal mempunyai panjang kira-kira 12 cm dan lebar 2,5 cm pada bagian paling tebal. Berat satu ginjal pada orang dewasa kira-kira 150 gram dan kira-kira sebesar kepalang tangan. Ginjal terletak retroperitoneal dibagian belakang abdomen. Ginjal kanan terletak lebih rendah dari ginjal kiri karena ada hepar disisi kanan. Ginjal berbentuk kacang, dan permukaan medialnya yang cekung disebut hilus renalis, yaitu tempat masuk dan keluarnya sejumlah saluran, seperti pembuluh darah, pembuluh getah bening, saraf dan ureter.
Panjang ureter sekitar 25 cm yang menghantar kemih. Ia turun ke bawah pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum. Di pelvis menurun ke arah luar dan dalam dan menembus dinding posterior kandung kemih secara serong (oblik). Cara masuk ke dalam kandung kemih ini penting karena bila kandung kemih sedang terisi kemih akan menekan dan menutup ujung distal ureter itu dan mencegah kembalinya kemih ke dalam ureter.
Kandung kemih bila sedang kosong atau terisi sebagian, kandung kemih ini terletak di dalam pelvis, bila terisi lebih dari setengahnya maka kandung kemih ini mungkin teraba di atas pubis. Peritenium menutupi permukaan atas kandung kemih. Periteneum ini membentuk beberapa kantong antara kandung kemih dengan organ-organ di dekatnya, seperti kantong rektovesikal pada pria, atau kantong vesiko-uterina pada wanita. Diantara uterus dan rektum terdapat kavum douglasi.
Uretra pria panjang 18-20 cm dan bertindak sebagai saluran untuk sistem reproduksi maupun perkemihan. Pada wanita panjang uretra kira-kira 4 cm dan bertindak hanya sebagai system Perkemihan. Uretra mulai pada orifisium uretra internal dari kandung kemih dan berjalan turun dibelakang simpisis pubis melekat ke dinding anterior vagina. Terdapat sfinter internal dan external pada uretra, sfingter internal adalah involunter dan external dibawah kontrol volunter kecuali pada bayi dan pada cedera atau penyakit saraf.

Patofisiologi

Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih dapat melalui :
a.Penyebaran endogen yaitu kontak langsung daro tempat terdekat.
b.Hematogen.
c.Limfogen.
d.Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi.

Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya infeksi saluran kemih yaitu :

Bendungan aliran urine.
1)Anatomi konginetal.
2)Batu saluran kemih.
3)Oklusi ureter (sebagian atau total).
Refluks vesi ke ureter.
Urine sisa dalam buli-buli karena :
4)Neurogenik bladder.
5)Striktur uretra.
6)Hipertropi prostat.
Gangguan metabolik.
7)Hiperkalsemia.
8)Hipokalemia
9)Agamaglobulinemia.
Instrumentasi
10)Dilatasi uretra sistoskopi.
Kehamilan
11)Faktor statis dan bendungan.
12)PH urine yang tinggi sehingga mempermudah pertumbuhan kuman.

Infeksi tractus urinarius terutama berasal dari mikroorganisme pada faeces yang naik dari perineum ke uretra dan kandung kemih serta menempel pada permukaan mukosa. Agar infeksi dapat terjadi, bakteri harus mencapai kandung kemih, melekat pada dan mengkolonisasi epitelium traktus urinarius untuk menghindari pembilasan melalui berkemih, mekanisme pertahan penjamu dan cetusan inflamasi.

Inflamasi, abrasi mukosa uretral, pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap, gangguan status metabolisme (diabetes, kehamilan, gout) dan imunosupresi meningkatkan resiko infeksi saluran kemih dengan cara mengganggu mekanisme normal.
Infeksi saluran kemih dapat dibagi menjadi sistisis dan pielonefritis.
Pielonefritis akut biasanya terjadi akibat infeksi kandung kemih asendens. Pielonefritis akut juga dapat terjadi melalui infeksi hematogen. Infeksi dapat terjadi di satu atau di kedua ginjal.
Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat infeksi berulang, dan biasanya dijumpai pada individu yang mengidap batu, obstruksi lain, atau refluks vesikoureter.
Sistitis (inflamasi kandung kemih) yang paling sering disebabkan oleh menyebarnya infeksi dari uretra. Hal ini dapat disebabkan oleh aliran balik urine dari uretra ke dalam kandung kemih (refluks urtrovesikal), kontaminasi fekal, pemakaian kateter atau sistoskop.
Uretritis suatu inflamasi biasanya adalah suatu infeksi yang menyebar naik yang digolongkan sebagai general atau mongonoreal. Uretritis gnoreal disebabkan oleh niesseria gonorhoeae dan ditularkan melalui kontak seksual. Uretritis nongonoreal ; uretritis yang tidak berhubungan dengan niesseria gonorhoeae biasanya disebabkan oleh klamidia frakomatik atau urea plasma urelytikum.
Pielonefritis (infeksi traktus urinarius atas) merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tobulus dan jaringan intertisial dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kmih melalui uretra dan naik ke ginjal meskipun ginjal 20 % sampai 25 % curah jantung; bakteri jarang mencapai ginjal melalui aliran darah ; kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3 %.

Macam-macam ISK :
1)Uretritis (uretra)
2)Sistisis (kandung kemih)
3)Pielonefritis (ginjal)

Gambaran Klinis :

Uretritis biasanya memperlihatkan gejala :
1)Mukosa memerah dan oedema
2)Terdapat cairan eksudat yang purulent
3)Ada ulserasi pada urethra
4)Adanya rasa gatal yang menggelitik
5)Good morning sign
6)Adanya nanah awal miksi
7)Nyeri pada saat miksi
8)Kesulitan untuk memulai miksi
9)Nyeri pada abdomen bagian bawah.

Sistitis biasanya memperlihatkan gejala :
10)Disuria (nyeri waktu berkemih)
11)Peningkatan frekuensi berkemih
12)Perasaan ingin berkemih
13)Adanya sel-sel darah putih dalam urin
14)Nyeri punggung bawah atau suprapubic
15)Demam yang disertai adanya darah dalam urine pada kasus yang parah.

Pielonefritis akut biasanya memperihatkan gejala :
16)Demam
17)Menggigil
18)Nyeri pinggang
19)Disuria

Pielonefritis kronik mungkin memperlihatkan gambaran mirip dengan pielonefritis akut, tetapi dapat juga menimbulkan hipertensi dan akhirnya dapat menyebabkan gagal ginjal.

Komplikasi :
4)Pembentukan Abses ginjal atau perirenal
5)Gagal ginjal

Pemeriksaan diagnostik

Urinalisis
1)Leukosuria atau piuria terdapat > 5 /lpb sedimen air kemih
2)Hematuria 5 – 10 eritrosit/lpb sedimen air kemih.
Bakteriologis
1)Mikroskopis ; satu bakteri lapangan pandang minyak emersi.
2)Biakan bakteri  102 – 103 organisme koliform/mL urin plus piuria.
3)Tes kimiawi; tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna pada uji carik.

Pengobatan penyakit ISK

a.Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun gram negatif.
b.Apabila pielonefritis kroniknya disebabkan oleh obstruksi atau refluks, maka diperlukan penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
c.Dianjurkan untuk sering minum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas microorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk wanita harus membilas dari depan ke belakang untuk menghindari kontaminasi lubang urethra oleh bakteri faeces.

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian pada klien ISK menggunakan pendekatan bersifat menyeluruh yaitu :
Data biologis meliputi :
1)Identitas klien
2)Identitas penanggung
Riwayat kesehatan :
1)Riwayat infeksi saluran kemih
2)Riwayat pernah menderita batu ginjal
3)Riwayat penyakit DM, jantung.
Pengkajian fisik :
1)Palpasi kandung kemih
2)Inspeksi daerah meatus
a)Pengkajian warna, jumlah, bau dan kejernihan urine
b)Pengkajian pada costovertebralis
Riwayat psikososial
Usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan
Persepsi terhadap kondisi penyakit
Mekanisme kopin dan system pendukung
Pengkajian pengetahuan klien dan keluarga
1)Pemahaman tentang penyebab/perjalanan penyakit
2)Pemahaman tentang pencegahan, perawatan dan terapi medis

Diagnosa Keperawatan

a.Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada saluran kemih.
b.Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan, frekuensi, dan atau nokturia) yang berhubungan dengan ISK.
c.Nyeri yang berhubungan dengan ISK.
d.Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.

Perencanaan

Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada saluran kemih
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien memperlihatkan tidak adanya tanda-tanda infeksi.
Kriteria Hasil :
1)Tanda vital dalam batas normal
2)Nilai kultur urine negatif
3)Urine berwarna bening dan tidak bau
Intervensi :
1)Kaji suhu tubuh pasien setiap 4 jam dan lapor jika suhu diatas 38,50 C
Rasional :
Tanda vital menandakan adanya perubahan di dalam tubuh
2)Catat karakteristik urine
Rasional :
Untuk mengetahui/mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
3)Anjurkan pasien untuk minum 2 – 3 liter jika tidak ada kontra indikasi
Rasional :
Untuk mencegah stasis urine
4)Monitor pemeriksaan ulang urine kultur dan sensivitas untuk menentukan respon terapi.
Rasional :
Mengetahui seberapa jauh efek pengobatan terhadap keadaan penderita.
5)Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih secara komplit setiap kali kemih.
Rasional :
Untuk mencegah adanya distensi kandung kemih
6)Berikan perawatan perineal, pertahankan agar tetap bersih dan kering.
Rasional :
Untuk menjaga kebersihan dan menghindari bakteri yang membuat infeksi uretra
Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan frekuensi dan atau nokturia) yang berhubunganm dengan ISK.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien dapat mempertahankan pola eliminasi secara adekuat.
Kriteria :
1)Klien dapat berkemih setiap 3 jam
2)Klien tidak kesulitan pada saat berkemih
3)Klien dapat bak dengan berkemih
Intervensi :
1)Ukur dan catat urine setiap kali berkemih
Rasional :
Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan untuk mengetahui input/out put
2)Anjurkan untuk berkemih setiap 2 – 3 jam
Rasional :
Untuk mencegah terjadinya penumpukan urine dalam vesika urinaria.
3)Palpasi kandung kemih tiap 4 jam
Rasional :
Untuk mengetahui adanya distensi kandung kemih.
4)Bantu klien ke kamar kecil, memakai pispot/urinal
Rasional :
Untuk memudahkan klien di dalam berkemih.
5)Bantu klien mendapatkan posisi berkemih yang nyaman
Rasional :
Supaya klien tidak sukar untuk berkemih.

Nyeri yang berhubungan dengan ISK
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa nyaman dan nyerinya berkurang.
Kriteria Hasil :
1)Pasien mengatakan / tidak ada keluhan nyeri pada saat berkemih.
2)Kandung kemih tidak tegang
3)Pasien nampak tenang
4)Ekspresi wajah tenang
Intervensi :
1)Kaji intensitas, lokasi, dan factor yang memperberat atau meringankan nyeri.
Rasional :
Rasa sakit yang hebat menandakan adanya infeksi
2)Berikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang dapat di toleran.
Rasional :
Klien dapat istirahat dengan tenang dan dapat merilekskan otot-otot
3)Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika tidak ada kontra indikasi
Rasional :
Untuk membantu klien dalam berkemih
4)Berikan obat analgetik sesuai dengan program terapi.
Rasional :
Analgetik memblok lintasan nyeri

Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak memperlihatkan tanda-tanda gelisah.
Kriteria hasil :
1)Klien tidak gelisah
2)Klien tenang
Intervensi :
1)Kaji tingkat kecemasan
Rasional :
Untuk mengetahui berat ringannya kecemasan klien
2)Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional :
Agar klien mempunyai semangat dan mau empati terhadap perawatan dan pengobatan
3)Beri support pada klien
Rasional :
4)Beri dorongan spiritual
Rasional :
Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan YME.Beri support pada klien
5)Beri penjelasan tentang penyakitnya
Rasional :
Agar klien mengerti sepenuhnya tentang penyakit yang dialaminya.
Pelaksanaan
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/ pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan (Doenges E Marilyn, dkk, 2000)

Evaluasi

Pada tahap yang perlu dievaluasi pada klien dengan ISK adalah, mengacu pada tujuan yang hendak dicapai yakni apakah terdapat :
1.Nyeri yang menetap atau bertambah
2.Perubahan warna urine
3.Pola berkemih berubah, berkemih sering dan sedikit-sedikit, perasaan ingin kencing, menetes setelah berkemih.

askep pre eklamsi

Preeklamsi

Pengertian
Pre eklampsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias : hipertensi, proteinuri, dan edema.

Etiologi
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori – teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya. Oleh karena itu disebut “penyakit teori” namun belum ada memberikan jawaban yang memuaskan.

Insiden
Di Indonesia, setelah perdarahan dan infeksi pre eklampsia masih merupakan sebab utama kematian ibu, dan sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak.

Patofisiologi
Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus (Sinopsis Obstetri, Jilid I, Halaman 199).

Manifestasi klinik
Biasanya tanda-tanda pre eklampsia timbul dalam urutan : pertambahan berat badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada pre eklampsia ringan tidak ditemukan gejala – gejala subyektif. Pada pre eklampsia berat didapatkan sakit kepala di daerah prontal, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah. Gejala – gejala ini sering ditemukan pada pre eklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul.

Tes Diagnostik
Tes diagnostik dasar
Pengukuran tekanan darah, analisis protein dalam urin, pemeriksaan edema, pengukuran tinggi fundus uteri, pemeriksaan funduskopik.
Tes laboratorium dasar
Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi eritrosit pada sediaan apus darah tepi).
Pemeriksaan fungsi hati (bilirubin, protein serum, aspartat aminotransferase, dan sebagainya).
Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin).
Uji untuk meramalkan hipertensi
Roll Over test
Pemberian infus angiotensin II.

Penanganan medik
Pencegahan
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti mengenai tanda – tanda sedini mungkin (pre eklampsia ringan), lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat.
Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre-eklampsia.
Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta pentingnya mengatur diit rendah garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan.
Penanganan
Tujuan utama penanganan adalah :
Untuk mencegah terjadinya pre eklampsi dan eklampsi.
Hendaknya janin lahir hidup.
Trauma pada janin seminimal mungkin.

Seksio sesarea

Pengertian
Seksio sesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus (Ilmu Kebidanan, edisi ketiga, Halaman 863).
Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau seksio sesarea adalah suatu histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Sinopsis Obstetri Jilid 2, Halaman 133).
Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Ilmu Kebidanan, Edisi ketiga, Hal 133).

Etiologi
Penyebab dilakukannya seksio sesarea adalah :
Plasenta previa
Gawat janin
Disproporsi sefalo-pelvik (ketidakseimbangan kepala dan panggul).
Pernah seksio sesarea.
Kelainan letak.
Pre eklampsia dan hipertensi
Incoordination uteri action (tidak ada kerjasama yang teratur antara fungsi alat kandungan).

Insiden
Dulu angka morbiditas dan mortalitas untuk ibu dan janin tinggi. Pada masa sekarang oleh karena kemajuan yang pesat dalam tehnik operasi, anastesi, penyediaan cairan dan darah, indikasi dan antibiotika, angka ini sangat menurun. Angka kematian ibu pada rumah – rumah sakit dengan fasilitas operasi yang baik dan oleh tenaga-tenaga yang cekatan adalah kurang dari 2 per 1000. nasib janin yang ditolong secara seksio sesarea sangat tergantung dari keadaan janin sebelum dilakukan operasi. Menurut data dari negara – negara dengan pengawasan antenatal yang baik dan fasilitas neonatal yang sempurna, angka kematian perinatal sekitar 4 – 7 %.

Jenis – jenis seksio sesarea
Seksio sesarea klasik (korporal)
Dengan sayatan memanjang pada korpus uteri kira – kira sepanjang 10 cm.

Seksio sesarea ismika (profunda)
Dengan sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10 cm.

Komplikasi seksio sesarea
Infeksi puerperal
Komplikasi ini bisa bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas, bersifat berat seperti peritonitis, sepsis dsb.
Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-cabang arteri ikut terbuka, atau karena atonia uteri.
Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kencing, embolisme paru-paru, dan sebagainya sangat jarang terjadi.
Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah seksio sesarea klasik.

Anatomi fisiologi sistem reproduksi
Genitalia eksterna
Mons veneris/pubis
Bagian yang menonjol diatas simfisis dan terdiri dari jaringan lemak.
Labia mayora
Berbentuk lonjong dan menonjol, terdiri dari jaringan lemak. Kebawah dan kebelakang kedua labia mayora bertemu membentuk kommisura posterior.
Labia minora
Lipatan tipis dari kulit sebelah dalam labia mayora. Kedepan kedua labia minora membentuk preputium klitoris. Kebelakang membentuk fossa navikulare.
Klitoris
Tertutup oleh preputium klitoris, sebesar kacang ijo terdiri dari serabut saraf dan pembuluh darah, analog dengan penis laki – laki.
Vulva
Bentuk lonjong dibatasi di depan oleh klitoris, kanan kiri oleh labia minora, di belakang oleh perineum. Terdapat orificium urethra eksterna. Ostia kelenjar skene yang analog dengan kelenjar prostat pada laki – laki, dan kelenjar vestibularis bartolini yang mengeluarkan getah lendir pada waktu coitus.
2.6.1.1.Hymen
Berupa lapisan tipis dan menutupi sebagian besar introitus vagina. Bentuknya berbeda-beda dari bulan sabit sampai berlubang – lubang.

Genitalia interna
Vagina
Suatu saluran muskulo membranosa yang menghubung-kan uterus dan vulva terletak antara kandung kencing dan rektum. Dindingnya berlipat-lipat disebut rugae, tidak terdapat kelenjar.
Uterus
Berbentuk seperti buah advokat, sebesar telur ayam. Terdiri dari fundus uteri, korpus uteri dan serviks uteri. Korpus uteri merupakan bagian uterus terbesar dan sebagai tempat janin berkembang. Isthmus adalah bagian uterus antara serviks dan korpus, yang menjadi segmen bawah rahim pada kehamilan.
Tuba fallopi
Berjalan ke arah lateral, mulai dari kornu uteri kanan dan kiri. Terdiri dari 4 bagian : 1) pars interstitialis, bagian dalam dinding uterus, 2) pars ismika, bagian tengah tuba yang sempit, 3) pars ampularis, bagian yang terlebar dan sebagai tempat konsepsi terjadi, 4) infundibulum, bagian ujung tuba dan mempunyai fimbria. Tuba fallopi berfungsi membawa ovum ke kavum uteri.
Ovarium
Ada 2, kiri dan kanan. Terdiri dari bagian luar (korteks) yang mengandung folikel-folikel dan bagian dalam (medulla) yang berisi pembuluh darah, serabut saraf, dan pembuluh limfe, ovarium berhubungan dengan uterus dengan ligamentum ovari propium. Pembuluh darah ke ovarium (arteri ovarika) melalui ligamentum suspensorium ovarii (ligamentum infundibulopelvikum). Fungsi ovarium adalah untuk produksi hormon dan ovulasi.

Patofisiologi
Suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dalam keadaan utuh mengingat bahwa terjadinya ruptur uteri sesudah seksio sesarea dilakukan segmen bawah uterus tidak begitu besar, disini diambil sikap untuk membolehkan wanita hamil untuk bersalin pervagina, kecuali jika sebab seksio sesarea tetap ada misalnya kesempitan pada pinggul, mengenai kontraindikasi perlu diingat bahwa seksio sesarea tidak dilakukan kecuali dalam keadaan terpaksa, misalnya janin sudah meninggal dalam uterus atau janin terlalu kecil untuk hidup diluar kandungan (Menurut Prawirohardjo S, 1999).

Perawatan post operasi seksio sesarea.
Analgesia
Untuk wanita dengan ukuran tubuh rata – rata dapat disuntikkan intramuskuler yaitu mepedivin setiap 3 jam sekali bila diperlukan untuk mengatasi rasa sakit atau dapat disuntikkan dengan cara serupa 10 mg morphin. Jika ibu berukuran kecil dosis mepedivin yang diberikan adalah 50 mg dan jika berukuran besar dosis yang paling tepat adalah 100 mg mepedivine.
Tanda vital
Pasien dievaluasi sekurang-kurangnya setiap jam sekali paling sedikit 4 jam dan tekanan darah, nadi, jumlah urine serta jumlah darah yang hilang dan fundus uteri serta pengukuran suhu badan harus diperiksa pada saat dini.
Terapi cairan dan diet
Karena selama 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi maka pemberian cairan infus harus cukup banyak dan mengandung elektrolit yang diperlukan agar tidak terjadi hipertermia dan dehidrasi.
Mobilisasi
Mobilisasi secara tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu jalannya penyembuhan. Penderita miring ke kiri dan ke kanan sudah dapat dimulai sejak 6 – 10 jam setelah penderita sadar. Latihan pernafasan dilakukan penderita sambil tidur terlentang, sedini mungkin setelah sadar.
Perawatan luka
Luka insisi diinspeksi setiap hari untuk mengetahui penyembuhan luka. Secara normal jahitan kulit diangkat pada hari ke empat post partum. Pasien sudah dapat mandi tanpa membahayakan luka insisi.

Nifas

Pengertian
Nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat – alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 – 8 minggu (Sinopsis Obstetri Fisiologi Jilid I, Halaman 115).
Nifas adalah massa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu (Perawatan Kebidanan Yang Berorientasi Pada Keluarga, Jilid II, Halaman 68).
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. (Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Halaman 291).
Nifas adalah dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat – alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal).

Periode nifas
Periode nifas dibagi 3 (Menurut Depkes RI, 1990) antara lain :
Immediate puerperium adalah keadaan yang terjadi segera setelah persalinan sampai 24 jam sesudah persalinan (0 – 24 jam sesudah melahirkan).
Early puerperium adalah keadaan yang terjadi pada permulaan puerperium.
Waktu 1 hari sesudah melahirkan sampai 7 hari (1 minggu pertama).
Later puerperium adalah waktu 1 minggu sesudah melahirkan sampai 6 minggu.

Etiologi
Diduga persalinan mulai apabila uterus telah teregang sampai derajat tertentu.
Tekanan bagian terendah janin pada cervix dan segmen bawah rahim, demikian pula pada plexus nervosus di sekitar cervix dan vagina, merangsang permulaan persalinan.
Siklus menstruasi berulang setiap 4 minggu dan persalinan biasanya mulai pada akhir minggu ke-40 atau 10 siklus menstruasi.
Begitu kehamilan mencapai cukup bulan, setiap faktor emosional dan fisik dapat memulai persalinan.
Beberapa orang percaya bahwa ada hormon khusus yang dihasilkan oleh plasenta apabila kehamilan sudah cukup bulan yang bertanggung jawab atas mulainya persalinan.
Bertambah tuanya plasenta yang mengakibatkan penurunan kadar estrogen dan progesteron dalam darah diduga menyebabkan dimulainya persalinan (Harry Oxorn, 1990, Patologi dan Fisiologi Persalinan; Halaman 103).

Insiden
Hampir 96 % janin berada dalam uterus dengan presentasi kepala dan pada presentasi kepala ini ditemukan  58 % ubun – ubun kecil terletak di kiri depan,  23 % di kanan depan,  11 % di kanan belakang, dan  8 % di kiri belakang. Keadaan ini disebabkan terisinya ruangan di sebelah kiri belakang oleh kolon sigmoid dan rectum.
Sehingga tampak presentase yang tinggi berada dalam uterus dibanding presentase kepala. Keadaan ini mungkin disebabkan pula karena kepala relatif lebih besar dan lebih berat. Mungkin pula bentuk uterus sedemikian rupa, sehingga volume bokong dan ekstremitas yang lebih besar berada di atas, di ruangan yang lebih luas, sedangkan kepala berada dibawah, di ruangan yang lebih sempit, ini dikenal sebagai teori akomodasi. Ada 3 faktor yang memegang peranan pada persalinan ialah :

Kekuatan yang ada pada ibu seperti kekuatan his dan kekuatan mengedan.
Keadaan jalan lahir.
Janinnya sendiri
Dan data yang didapatkan di RSU Labuang Baji terdapat 79,6% ibu nifas yang melahirkan normal dari 3034 ibu nifas dalam tiga tahun terakhir ini (Medical Record RSU Labuang Baji Makassar, 2003).

Anatomi / Fisiologi

Dalam masa nifas, alat – alat genitalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat genital secara keseluruhannya disebut involusio.
Genetalia interna dan eksterna (Sketsa gambar terlampir).
Setelah janin dilahirkan, fundus uteri setinggi pusat, segera setelah plasenta lahir maka tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusat. Pada hari ke-5 pasca persalinan uterus kurang lebih tinggi 7 cm atas symfisis atau setengah symfisis – pusat, sesudah 12 hari uterus tidak dapat diraba lagi diatas symfisis.
Bagian bekas implantasi plasenta merupakan luka kasar dan menonjol kedalam kavum uteri yang berdiameter 7,5 cm dan sering disangka sebagai bagian plasenta yang tertinggal.
Berat uterus gravidus aterm kira – kira 1.000 gr. Satu minggu pasca persalinan, menjadi kira – kira 500 gr, 2 minggu pasca persalinan 300 gr dan setelah 6 minggu pasca persalinan 40 – 60 gr.
Serviks agak terbuka seperti corong pada pasca persalinan dan konsistensinya lunak.
Endometrium mengalami perubahan yaitu timbulnya trombosis, degenerasi dan nekrosis di tempat implantasi plasenta.
Ligamen, diafragma pelvis, serta fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan partus berangsur – angsur kembali seperti semula.
Luka jalan lahir seperti bekas episiotomi yang telah dijahit, luka pada vagina dan serviks yang tidak luas akan sembuh primer.

Laktasi
Kelenjar mamma telah dipersiapkan semenjak kehamilan umumnya produksi ASI baru terjadi hari kedua atau ketiga pasca persalinan, dimana masing-masing buah dada terdiri 14 – 24 lobus yang terletak terpisah satu sama lain oleh jaringan lemak. Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air susu ibu. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan pengeluaran air susu ibu adalah faktor anatomis, faktor biologis, makanan yang dimakan ibu, faktor istirahat dan faktor isapan anak.

Lochia
Lochia adalah sekret dari cavum uteri dn vagina dalam masa nifas. Hari 1 – 2 lochia rubra berwarna merah berisi lapisan decidu, selaput ketuban, dan mekoneum. Hari 3 – 7 sanguilenta berwarna cokelat, sedikit darah, banyak serum selaput lencir leucocye. Hari 7 – 10 lochia serosa warna agak kuning cair. Hari setelah 2 minggu lochia alba berwarna kekuningan berisi selaput lendir leucocye dan kuman yang telah mati.

Manifestasi klinik
Manifestasi klinik pada ibu menyusui dimasa nifas menurut Persis Mary Hammilton yaitu :
Kontraksi pada interval
Interval antar kontraksi secara bertahap memendek.
Durasi dan intensitas kontraksi meningkat
Rasa tidak nyaman mulai di belakang dan menjalar ke abdomen.
Berjalan biasanya menyebabkan meningkatnya intensitas kontraksi.
Dilatasi dan pendataran serviks mengalami kemajuan.

Test Diagnostik
Test diagnostik yang biasanya diberikan pada ibu nifas yaitu : test laboratorium terutama terhadap hematokrit untuk melihat konsentrasi darah dalam tubuh setelah 3 hari post partum. Normal hematokrit pada saat tersebut adalah 42 %.

Penanganan Medik
Penanganan medik yang dilakukan pad ibu nifas adalah :
Perawatan perineum
Perawatan episiotomi
Perawatan hemoroid : hemoroid biasanya menyertai persalinan. Perawatannya dengan memberikan kompres dingin untuk menurunkan atau mengurangi bengkak pada hemoroid.
Perawatan payudara

Perubahan psikologi pada ibu nifas
Menurut Reva Rubin (1960) proses adaptasi psikologis pada ibu nifas melalui 3 fase yaitu :

Fase taking in (fase mengambil).
Terjadinya pada hari 1 – 3 post partum
Dalam memenuhi kebutuhan sangat tergantung pada orang lain.
Sulit mengambil keputusan.
Fase taking hold
Terjadinya pda hari 4 – 10 post partum
Sikap aktif dan positif serta lebih mandiri namun masih memerlukan bantuan orang lain.
Masih ada kurang percaya diri tetapi fokus perhatian mulai meluas.
Tenaga ibu mulai sehat dan meningkat serta merasa lebih nyaman.
Fase letting go
Terjadi setelah 10 hari post partum.
Mulai menjalankan peranannya dan sudah punya konsep.
Mampu merawat bayinya, dirinya sendiri dan mulai sibuk dengan tanggung jawab sebagai ibu.

Proses Keperawatan
Pengkajian dasar data klien
Tinjau ulang catatan prenatal dan intra operatif dan adanya indikasi untuk kelahiran sesarea.
Sirkulasi
Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600 – 800 ml.
Integritas ego
Dapat menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan sampai ketakutan, marah atau menarik diri. Klien/pasangan dapat memiliki pertanyaan atau salah terima peran dalam pengalaman kelahiran. mungkin mengekspresikan ketidaknyamanan untuk menghadapi situasi baru.
Eliminasi : Kateter urinarius mungkin terpasang, urine jernih pucat, bising usus tidak ada, samar atau jelas.
Makanan / cairan : abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal
Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anastesi spiral epidural.
Nyeri / ketidaknyaman
Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber, misalnya trauma bedah / insisi, nyeri penyerta, distensi kandung kemih / abdomen, efek-efek anastesia, mulut mungkin kering.
Pernafasan : bunyi paru jelas dan vesikuler
Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda atau kering dan utuh. Jalur parenteral bila digunakan paten, dan sisi bebas eritema, bengkak dan nyeri tekan.
Seksualitas
Fundus kontraksi dan terletak di umbilikus. Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan berlebihan / banyak.
Diagnosa Keperawatan
Perubahan ikatan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi
Kemungkinan dibuktikan oleh keragu-raguan untuk menggendong/ berinteraksi dengan bayi, mengungkapkan masalah/kesulitan koping terhadap situasi, tidak menghadapi pengalaman traumatik secara konstruktif.
Hasil yang diharapkan klien akan :
Menggendong bayi, bila kondisi ibu dan neonatus memungkinkan, mendemostrasikan perilaku kedekatan dan ikatan yang tepat, mulai secara aktif mengikuti tugas perawatan bayi baru lahir dengan tepat.

Rencana tindakan
Intervensi
Rasional
Mandiri
1.Anjurkan klien untuk meng-gendong, menyentuh dan me-meriksa bayi, tergantung pada kondisi klien dan bayi baru lahir, bantu sesuai kebutuhan.

2.Berikan kesempatan untuk ayah/pasangan untuk menyen-tuh dan menggendong bayi dan bantu dalam perawatan bayi se-suai kemungkinan situasi.

3.Observasi dan catat interaksi keluarga-bayi, perhatikan peri-laku yang dianggap menanda-kan ikatan dan kedekadan dalam budaya tertentu.

4.Diskusikan kebutuhan kemaju-an dan sifat interaksi yang lazim dari ikatan. Perhatikan kenor-malan dari variasi respon dari satu waktu ke waktu lainnya dan diantara anak yang berbeda.
5.Perhatikan pengungkapan/pri-laku yang menunjukkan keke-cewaan atau kurang minat/kede-katan.

6.Berikan kesempatan kepada orang tua untuk mengungkap-kan perasaan-perasaan yang negatif tentang diri mereka dan bayi.
7.Perhatikan lingkungan sekitar kelahiran sesaria, kebanggaan diri orang tua dan persepsi ten-tang pengalaman kelahiran, reaksi awal mereka terhadap bayi, dan partisipasi mereka pada pengalaman kelahiran.

8.Anjurkan dan bantu dalam me-nyusui pada pilihan klien dan keyakinan/praktis budaya.
9.Sambut keluarga untuk kunju-ngan singkat segera bila ibu/bayi baru lahir memungkin-kan.

10.Berikan informasi sesuai kebu-tuhan tentang keamanan dan kondisi bayi. Dukung pasangan sesuai kebutuhan.
11.Jawab pertanyaan klien menge-nai protokol perawatan selama periode pasca kelahiran awal.
Kolaborasi :
12.Beritahu anggota tim perawatan kesehatan yang tepat (mis : staf ruang perawatan atau perawat pasca partum) tentang observasi sesuai indikasi.
13.Siapkan untuk dukungan/eva-luasi terus-menerus setelah pu-lang, mis : pelayanan perawat berkunjung, agensi komunitas dan kelompok dukungan orang tua.

1.Jam pertama setelah kelahiran memberikan kesempatan unik untuk ikatan keluarga untuk terjadi karena ibu dan bayi secara emosional menerima isyarat satu sama lain, yang memulai kedekatan dan proses pengenalan. Bantuan pada interaksi pertama atau sampai jalur intravena dilepas mencegah klien dari merasa kecewa atau tidak adekuat (Catatan : Meskipun klien telah memilih untuk mele-paskan anaknya, berinteraksi dengan bayi baru lahir dapat memfasilitasi proses berduka).

2.Memudahkan ikatan/kedekatan dian-tara ayah dan bayi. Memberikan ke-sempatan untuk ibu, memvalidasi rea-litas situasi dan bayi baru lahir pada waktu dimana prosedur dan kebutuh-an fisiknya mungkin membatasi kemampuan interaksinya.
3.Kontak mata dengan mata, pengguna-an posisi wajah, berbicara pada suara nada tinggi, dan menggendong bayi dengan kedekatan pada budaya Ame-rika. Pada kontak pertama dengan bayi, ibu menunjukkan pola progresif dari perilaku dengan cara mengguna-kan ujung jari pada awalnya untuk menggali ekstremitas bayi dan berlan-jut pada penggunaan telapak tangan sebelum mendekap bayi dengan seluruh tangan dan lengan.
4.Membantu klien/pasangan memahami makna dan pentingnya proses dan memberikan keyakinan bahwa perbe-daan diperkirakan.

5.Kedatangan anggota keluarga baru, bahkan bila diinginkan dan diantisipa-si, menciptakan periode sementara, memerlukan penyatuan anak baru ke dalam keluarga yang ada.
6.Konflik tidak teratasi selama proses pengenalan awal orang tua bayi dapat mempunyai efek-efek negatif jangka panjang pada masa depan hubungan orang tua-anak.
7.Orang tua perlu bekerja melalui hal-hal bermakna pada kejadian penuh stress seputar kelahiran anakn dan orientasikan mereka sendiri terhadap realita sebelum mereka dapat memfo-kuskan pada bayi efek-efek anastesia, ansietas dan nyeri dapat mengubah persepsi klien selama dan setelah ope-rasi.
8.Kontak awal mempunyai efek positif pada durasi menyusui ; kontak kulit dengan kulit dan mulainya tugas-tugas ibu meningkatkan ikata.
9.Meningkatkan kesatuan keluarga dan membantu memulai proses adaptasi positif terhadap peran baru dan memasukkan anggota baru ke dalam struktur keluarga.
10.Membantu pasangan untuk mem-proses dan mengevaluasi informasi yang diperlukan khususnya bila periode pengenalan awal telah lambat.
11.Informasi menghilangkan ansie-tas dapat mengganggu ikatan atau me-ngakibatkan absorbsi diri daripada perhatian terhadap bayi baru lahir.
12.Ketidakadekuatan prilaku ikatan atau interaksi buruk antara klien/pasa-ngan dengan bayi memerlukan duku-ngan dan evaluasi lanjut.

13.Banyak pasangan mempunyai konflik tidak teratasi mengenai proses pengenalan awal orang tua-bayi yang memerlukan pemecahan setelah pulang.

Nyeri berhubungan dengan pembedahan
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Melaporkan nyeri, kram (nyeri penyerta), sakit kepala, abdomen kembung, nyeri tekan payudara ; prilaku melindungi/distraks, wajah menahan nyeri.
Hasil yang diharapkan :
Mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk mengatasi nyeri/ketidaknyamanan dengan tepat. Mengungkapkan berkurangnyer nyeri, tampak rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.
Rencana tindakan :
Intervensi
Rasional
Mandiri
1.Tentukan karakteristik dan loka-si ketidaknyamanan. Perhatikan isyarat verbal dan non verbal serta meringis, kaku dan gera-kan melindungi atau terbatas.

2.Berikan informasi dan petunjuk antisipasi mengenai penyebab, ketidaknyamanan dan intervensi yang tepat.

3.Evaluasi tekanan darah (TD) dan nadi, perhatikan perubahan prilaku.

4.Lakukan latihan nafas dalam dan batuk dengan menggunakan prosedur-prosedur pembebatan dengan tepat, 30 menit setelah pemberian analgesik.

5.Ubah posisi klien, kurangi rang-sangan yang berbahaya dan berikan gosokan punggung. An-jurkan penggunaan teknik per-nafasan dan relaksasi dan distraksi.
6.Pemberian analgetik sesuai indi-kasi.

1.Klien mungkin tidak secara verbal melaporkan nyeri dan ketidaknyama-nan secara langsung, membedakan karakteristik khusus dari nyeri mem-bantu membeda-an nyeri pasca operasi dari terjadinya komplikasi.
2.Meningkatkan pemecahan masalah, membantu mengurangi nyeri berkena-an dengan ansietas dan ketakutan ka-rena ketidaktahuan dan memberikan rasa kontrol
3.Pada banyak klien, nyeri dapat me-nyebabkan gelisah serta TD dan nadi meningkat. Analgetik dapat menurun-kan TD.
4.Nafas dalam meningkatkan upaya per-nafasan. Pembebatan menurunkan re-gangan dan ketegangan area insisi dan mengurangi nyeri dan ketidaknyama-nan berkenaan dengan gerakan otot abdomen. Batuk diindikasikan bila sekresi atau ronkhi terganggu.
5.Relaksasi otot, dan mengalihkan per-hatian dari sensasi nyeri. Meningkat-kan kenyamanan, dan menurunkan distraksi tidak menyenangkan, me-ningkatkan rasa sejahtera.

6.Meningkatkan kenyamanan, yang memperbaiki status psikologis dan meningkatkan mobilitas.

Ansietas berhubungan dengan krisis situasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh ketegangan, keprihatinan, perasaan yang tidak adekuat, stimulasi simpatik, tidak dapat tidur.
Hasil yang diharapkan :
Mengungkapkan kesadaran akan perasaan ansietas, mengidentifikasi cara untuk menurunkan atau menghilangkan ansietas, melaporkan bahwa ansietas sudah menurun pada tingkat yangdapat diatasi, kelihatan rileks dan dapat tidur/istirahat.
Rencana tindakan :
Intervensi
Rasional
Mandiri
1.Dorong keberadaan/partisipasi dari pasangan.

2.Tentukan tingkat ansietas klien dan sumber dari masalah. Men-dorong klien untuk mengung-kapkan kebutuhan dan harapan yang tidak terpenuhi. Memberi-kan informasi sehubungan de-ngan normalnya perasaan terse-but.
3.Bantu klien/pasangan dalam mengidentifikasi mekanisme koping yang lazim dan perkem-bangan strategi koping baru jika dibutuhkan.
4.Berikan informasi yang akurat tentang keadaan klien/bayi.

5.Mulai kontak antara klien/pasa-ngan dengan bayi sesegera mungkin. Jika bayi dibawa ke neonatal intensive care unit (NICU).

1.Memberikan dukungan emosional, dapat mendorong pengungkapan ma-salah.
2.Kelahiran sesaria mungkin dipandang sebagai kegagalan dalam hidup oleh klien/pasangan dan hal tersebut dapat memiliki dampak negatif dalam proses ikatan/menjadi orang tua.

3.Membantu memfasilitasi adaptasi yang positif terhadap peranan baru; mengurangi perasaan ansietas.

4.Khayalan yang disebabkan oleh kurangnya informasi atau kesalahpa-haman dapat meningkatkan tingkat ansietas.
5.Mengurangi ansietas yang mungkin berhubungan dengan penanganan bayi, takut terhadap sesuatu yang tidak diketahui, dan/atau menganggap hal yang buruk berkenaan dengan keadaan bayi.

Harga diri rendah berhubungan dengan merasa gagal dalam peristiwa kehidupan.
Kemungkinan dibuktikan oleh mengungkapkan perasaan negatif diri dalam situasi (misalnya tidak berdaya, malu/bersalah).
Hasil yang diharapkan :
Mendiskusikan masalah sehubungan dengan peran dan persepsi terhadap pengalaman kelahiran dari klien/pasangan.
Mengungkapkan pemahaman mengenai faktor individu yang dapat mencetuskan situasi saat ini.
Mengekspresikan harapan diri yang positif
Rencana tindakan :
Intervensi
Rasional
1.Tentukan respon emosional klien/pasangan terhadap kelahi-ran sesaria

2.Tinjau ulang partisipasi klien/ pasangan dan peran dalam me-ngalami kelahiran. identifikasi perilaku positif selama proses pranatal dan antenatal.

3.Tekankan kemiripan antara ke-lahiran sesaria dan vagina. Sam-paikan sikap positif terhadap kelahiran sesaria dan atur pera-watan pasca partum sedekat mungkin pada perawatan yang diberikan pada klien setelah ke-lahiran vagina.
Kolaborasi :
4.Rujuk klien/pasangan untuk konseling profesional bila reaksi maladaptif.

1.Kedua anggota pasanga mungkin me-ngalami reaksi emosi negatif terhadap kelahiran sesaria. Kelahiran sesaria yang tidak direncanakan dapat berefek negatif terhadap harga diri klien, mem buat klien merasa tidak adekuat dan telah gagal sebagai wanita. Ayah atau pasangan, khususnya bila tidak dapat hadir pada kelahiran sesaria, dapat merasa bahwa ia menolak pasangan-nya dan tidak memenuhi peran yang diantisipasinya sebagai pendukung emosional selama proses kelahiran.
2.Respon berduka dapat berkurang apa-bila ibu dan ayah mampu saling ber-bagi akan pengalaman kelahiran. memfokuskan kembali perhatian klien atau pasangan untuk membantu mere-ka memandang kehamilan dalam tota-litasnya dan melihat bahwa tindakan mereka sudah bermakna terhadap ha-sil yang optimal. Dapat membantu menghindari rasa bersalah/mempersa-lahkan.
3.Klien dapat mengubah persepsinya tentang pengalaman kelahiran sesarea sebagaimana persepsinya tentang ke-sehatan atau penyakitnya berdasarkan pada sikap persepsinya tentang ke-sehatan atau penyakitnya berdasarkan pada sikap profesional. Perawatan se-rupa adalah pilihan yang dapat diterima disamping kelahiran vagina.
4.Klien yang tidak mampu mengatasi rasa berduka atau perasaan negatif memerlukan bantuan profesional lebih lanjut.

Risiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan fungsi biokimia atau regulasi (misalnya hipotensi ortostatik, adanya HKK atau eklampsia)
Kemungkinan dibuktikan oleh adanya tanda/gejala untuk menegakkan diagnosa aktual.
Hasil yang diharapkan :
Mendomostrasikan perilaku untuk menurunkan faktor-faktor risiko dan/atau perlindungan diri.
Bebas dari komplikasi
Rencana tindakan :
Intervensi
Rasional
Mandiri
1.Tinjau ulang catatan pranatal dan intranatal terhadap faktor yang mempredisposisi klien pada komplikasi. Catat kadar Hb dan kehilangan darah ope-ratif.
2.Pantau TD, nadi dan suhu. Catat kulit dingin, basah, nadi lemah. Perubahan prilaku, per-lambatan pengisian kapiler atau sianosis.

3.Inspeksi balutan terhadap per-darahan berlebihan.

4.Bantu klien pada ambulasi awal. beri supervisi yang ade-kuat dalam hal mandi dan rendam duduk.

5.Anjurkan latihan kaki/pergela-ngan kaki dan ambulasi dini.

Kolaborasi
6.Berikan MgSO4 sesuai indikasi

7.Berikan kaus kaki penyokong atau balutan elastis untuk kaki bila risiko atau gejala plebitis ada.

1.Adanya faktor-faktor resiko seperti kelelahan miometrial, distensi uterus berlebihan, stimulasi oksitosin lama, tromboflebitis pranatal memungkin-kan klien lebih rentan terhadap kom-plikasi pasca operasi.
2.Tekanan darah yang tinggi dapat me-nandakan terjadinya atau berlanjut-nya hipertensi, memerlukan magne-sium sulfat (MgSO4) atau pengobat-an antihipertensif lain. Hipotensi dan takikardia dapat menunjukkan dehid-rasi dan hipovolemia tetapi mungkin tidak terjadi sampai volume darah sirkulasi telah menurun 35-50%, dimana tanda vasokonstriksi mung-kin terlihat.
3.Luka bedah dengan drain dapat membasahi balutan; namun rembesan biasanya tidak terlihat dan dapat me-nunjukkan terjadinya komplikasi.
4.Hipotensi ortostatik dapat terjadi pada perubahan dari posisi terlentang ke berdiri, atau mungkin sebagai aki-bat dari vasodilatasi, karena panas dari rendam duduk tersebut.
5.Meningkatkan aliran balik vena, mencegah statis/penumpukan pada ekstremitas bawah, menurunkan resiko plebitis.
6.MEmbantu menurunkan kepekaan serebral pada adanya HKK atau ek-lapmsia.
7.Menurunkan statis vena, meningkat-kan risiko terhadap pembentukan trombus.

Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif dan atau peningkatan pemajanan lingkungan.
Tanda dan gejala tidak dapat diterapkan; adanya tanda dan/gejala untuk menegakkan diagnosa aktual.
Hasil yang diharapkan :
Mendemonstrasikan teknik-teknik untuk menurunkan risiko-risiko dan/atau meningkatkan penyembuhan.
Menunjukkan luka bebas dari drainase purulen dengan tanda awal penyembuhan (misalnya penyatuan tepi-tepi luka), uterus lunak/tidak nyeri tekan, dengan aliran dan karakter lokhia normal.
Bebas dari infeksi, tidak demam, tidak ada bunyi nafas adventisius, dan urine jernih kuning pucat.
Rencana tindakan :
Intervensi
Rasional
1.Anjurkan dan gunakan teknik mencuci tangan dengan cermat dan pembuangan pengalas ko-toran, pembalut perineal.
2.Bersihkan luka dan ganti balut-an bila basah.

3.Inspeksi insisi terhadap proses penyembuhan, perhatikan ke-merahan, edema, nyeri, eksu-dat atau gangguan penyatuan.
4.Kaji suhu, nadi dan jumlah sel darah putih.

Kolaborasi :
5.Berikan antibiotik khusus untuk proses infeksi yang ter-identifikasi.
1.Membantu mencegah atau membata-si penyebaran infeksi.

2.Lingkungan lembab merupakan me-dia paling baik untuk pertumbuhan bakteri. Bakteri dapat berpindah me-lalui aliran kapiler melalui balutan basah ke luka.
3.Tanda-tanda ini menandakan infeksi luka, biasanya disebabkan oleh strep-tokokus, stapilokokus atau spesies pseudomonas.
4.Demam setelah pasca operasi hari ketiga, leukositosis dan takikardia menunjukkan infeksi. Peningkatan suhu sampai 38,30 C dalam 24 jam pertama sangat mengindikasikan infeksi, peningkatan sampai 380 C pada hari kedua dalam 10 hari pertama pascapartum.

5.Perlu untuk mematikan mikroorga-nisme.

Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot (diastasis rekti, kelebihan analgetik, atau anastesi).
Kemungkinan dibuktikan oleh laporan rasa penuh abdomen/rektal atau tekanan, mual, defekasi kurang dari biasanya, mengejan saat defekasi, penurunan bising usus.
Hasil yang diharapkan klien akan :
Mendemostrasikan kembalinya motilitas usus dibuktikan oleh bising usus aktif dan keluarnya flatus.
Mendapatkan kembali pola eliminasi biasanya/optimal dalam 4 hari pasca partum.
Rencana tindakan
Intervensi
Rasional
Mandiri
1.Palpasi abdomen, perhatikan distensi atau ketidaknyamanan.
2.Anjurkan cairan oral yang ade-kuat (misalnya 6 – 8 gelas/hari) bila masukan oral sudah mulai kembali.

3.Anjurkan latihan kaki dan pe-ngencangan abdominal, ting-katkan ambulasi dini.

4.Berikan analgesik 30 menit sebelum ambulasi.

5.Berikan pelunak faeces.
1.Menandakan pembentukan gas dan akumulasi atau kemungkinan ileus paralitik.
2.Makanan kasar (misalnya buah dan sayuran, khususnya dengan kulit dan bijinya) dan meningkatkan cairan yang merangsang eliminasi dan mencegah konstipasi defekasi.
3.Latihan kaki mengencangkan otot-otot abdomen dan memperbaiki mo-tilitas abdomen. Ambulasi progresif setelah 24 jam meningkatkan pristal-tik dan pengeluaran gas, dan meng-hilangkan atau mencegah nyeri kare-na gas.
4.Memudahkan kemampuan untuk ambulasi, dapat menurunkan aktivi-tas usus.
5.Melunakkan faeces, merangsang pe-ristaltik dan membantu mengembali-kan fungsi usus.

Kurang pengetahuan berhubungan dengan kesalahan interpretasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh mengungkapkan masalah/kesalahan konsep, keragu-raguan dalam atau ketidakadekuatan melakukan aktivitas-aktivitas, ketidaktepatan perilaku (misalnya; apatis).
Hasil yang diharapkan
Mengungkapkan pemahaman tentang perubahan fisiologis, kebutuhan-kebutuhan individu, hasil yang diharapkan.
Melakukan aktivitas-aktivitas/prosedur yang perlu dengan benar dan penjelasan alasan untuk tindakan.
Rencana tindakan
Intervensi
Rasional
1.Kaji kesiapan dan motivasi klien untuk belajar. Bantu klien atau pasangan dalam mengi-dentifikasi kebutuhan-kebutuh-an.

2.Perhatikan status psikologis dan respons terhadap kelahiran sesaria serta peran menjadi ibu.

3.Berikan informasi yang berhubungan dengan perubah-an fisiologis dan psikologis yang normal berkenaan dengan kelahiran sesaria dan kebutuh-an-kebutuhan berkenaan de-ngan post partum.

4.Diskusikan program latihan yang tepat sesuai ketentuan.
1.Periode pascapartum dapat menjadi pengalaman positif bila kesempatan penyuluhan diberikan untuk mem-bantu mengembangkan pertumbuhan ibu, maturasi dan kompetensi. Namun, klien membutuhkan waktu untuk bergerak dari fase “mengam-bil” sampai fase “menahan” yang penerimaan dan kesiapannya diting-katkan dan ia secara emosi dan fisik siap untuk mempelajari informasi baru untuk memudahkan penguasaan peran barunya.
2.Ansietas yang berhubungan dengan kemampuan untuk merawat diri sen-diri dan anaknya, kekecewaan pada pengalaman kelahiran atau masalah-masalah berkenaan dengan perpisa-hannya dari anak dapat mempunyai dampak negatif pada kemampuan belajar dan kesiapan klien.
3.Membantu klien mengenali perubah-an normal dari respons-respons abnormal yang memerlukan tindakan status emosional klien mungkin ka-dang-kadang labil pada waktu ini sering dipengaruhi oleh kesejahtera-an fisik. Antisipasi perubahan ini dapat menurunkan stress berkenaan dengan transisi periode ini yang me-merlukan pembelajaran peran baru dan pelaksanaan tanggung jawab baru.
4.Program latihan progresif biasanya dapat dimulai bila ketidaknyamanan abdomen telah berkurang (kira-kira 3-4 minggu pasca partum). Memban-tu tonus-tonus otot, meningkatkan sirkulasi, menghasilkan gambaran keseimbangan tubuh dan meningkat-kan perasaan kesejahteraan umum.

Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan trauma/diversi mekanis
Kemungkinan dibuktikan oleh peningkatan pengisian/distensi kandung kemih, perubahan dalam jumlah/frekuensi berkemih.
Hasil yang diharapkan :
Mendapatkan pola berkemih yang biasa/optimal setelah pengangkatan kateter.
Mengosongkan kandung kemih pada setiap berkemih.
Rencana tindakan
Intervensi
Rasional
1.Perhatikan dan catat jumlah, warna dan konsentrasi drainase urin.

2.Berikan cairan per-oral. Misal-nya 6 – 8 gelas perhati, bila te-pat.
3.Perhatikan tanda dan gejala infeksi saluran kemih (ISK) misal warna keruh, bau busuk) setelah pengangkatan kateter.
4.Pertahankan infus intravena selama 24 jam setelah pembe-dahan, sesuai indikasi. Tingkat-kan jumlah cairan infus bila haluaran 30 ml/jam atau kurang.
1.Oliguria (keluaran kurang dari 30 ml/jam) mungkin disebabkan kele-bihan cairan, atau efek-efek antidiu-retik dan infus oksitosin.
2.Cairan meningkatkan hidrasi dan fungsi ginjal,dan membantu mence-gah spasis kandung kemih.
3.Adanya kateter mempredisposisikan klien pada masuknya bakteri dan ISK

4.Biasanya 3 liter cairan, meliputi larutan RL, adekuat untuk menggan-tikan kehilangan dan mempertahan-kan aliran ginjal/haluaran urine.

Kurang perawatan diri berhubungan dengan penurunan kekuatan dan ketahanan
Kemungkinan dibuktikan oleh pengungkapan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam tingkat yang diinginkan.
Hasil yang diharapkan :
Mendemonstrasikan teknik-teknik untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan perawatan diri.
Mengidentifikasi/menggunakan sumber-sumber yang tersedia.
Rencana tindakan
Intervensi
Rasional
1.Pastikan berat/durasi ketidak-nyamanan. Perhatikan adanya sakit kepala pasca spinal.

2.Kaji status psikologis klien

3.Ubah posisi klien setiap 1-2 jam, bantu dalam latihan paru, ambulasi dan latihan kaki.

4.Kolaborasi dalam pemberian analgesik setiap 3 – 4 jam sesuai kebutuhan.
1.Nyeri berat mempengaruhi respon emosi dan perilaku, sehingga klien mungkin tidak mampu berfokus pada aktivitas perawatan diri sampai kebu-tuhan fisiknya terhadap kenyamanan terpenuhi. Sakit kepala berat dihu-bungkan dengan posisi tegak memer-lukan modifikasi aktivitas-aktivitas dan bantuan tambahan untuk meme-nuhi kebutuhan-kebutuhan individu.
2.Pengalaman nyeri fisik mungkin di-sertai dengan nyeri mental yang mempengaruhi keinginan klien dan motivasi untuk mendapatkan otonomi.
3.Membantu mencegah komplikasi bedah seperti plebitis atau pneumo-nia yang dapat terjadi bila tingkat ketidaknyamanan mempengaruhi pengubahan/aktivitas normal klien.
4.Menurunkan ketidaknyamanan, yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk melaksanakan perawatan diri.

SUMBER:

Depkes, RI, Perawatan Kebidanan Yang Berorientasi Pada Keluarga, (Perawatan III), Jilid 1, Edisi 3, Jakarta, 1990.

Doenges, ME dan Moorhouse, MF, Rencana Perawatan Maternal/Bayi, Edisi 2, Jakarta, EGC, 2001.

Hamilton, MP, Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas, Jakarta, EGC, 1995.

Mansjor A, dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Media Aeusculapius, 1999.

Mochtar Rusta, Sinopsis Obstetri, Jilid 1 dan Jilid 2, Jakarta, EGC, 1998.

Prawirohardjo S, Ilmu Kebidanan dan Ilmu Bedah Kebidanan, Edisi 3, Yayasan Bina Pustaka, 1999.

Prawirohardjo S, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka, 2000.

Rauf, S, Diktat Kuliah Keperawatan Maternitas, 2001.

Sulaiman S, Obstetri Fisiologi, Bagian Obstetri Gynekology Fakultas Kedokteran UNPAD, Bandung, 1989.